SERAYUNEWS- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada.
MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya, ini dengan persyaratan tertentu.
Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK memberikan rincian ambang batas partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus segera melaksanakan putusan ini.
“Sehingga masyarakat yang di daerah itu tenang. Masih ada waktu sembilan hari lagi untuk menyiapkan segala sesuatunya dan supaya diingat bahwa putusan MK itu berlaku sejak palu diketuk,” kata Mahfud di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada Selasa, 20 Agustus 2024 seperti dikutip dari Antara.
Beredar informasi rencana Badan Legislatif (Baleg) DPR RI akan menggelar rapat membahas Putusan ini pada Rabu, 21 Agustus 2024. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ronny Talapessy menyampaikan hal ini.
“Saya mendapat informasi bahwa ada rapat baleg tentang revisi UU Pilkada pada 21 Agustus dan rapat panja RUU Pilkada. Di sini perlu kami sampaikan bahwa jangan coba ada yang mempermainkan kedaulatan rakyat,” kata Rony di Kantor DPP PDIP pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Banyak pihak mengkhawatirkan DPR akan mengambil keputusan dengan mengembalikan aturan ambang batas Pilkada yang lama. Aturannya yaitu minimal perolehan 20 persen kursi DPRD untuk pengusungan calon. Mereka juga bisa memutuskan untuk memberlakukan putusan MK tersebut di Pilkada 2029.
Menyikapi kemungkinan ini, pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan harus memagari putusan MK ini. Menurutnya, putusan ini sudah jelas dan tidak bisa diinterpretasikan berbeda sehingga bersifat final dan mengikat.
“Nggak bisa undang-undang ataupun Perppu atau apa aja yang peraturan undang-undang dasar mengubah putusan MK itu satu, untuk diantisipasi sekarang ini banyak kegilaan-kegilaan yang mungkin terjadi logika-logika ilmu pengetahuan tata negara dan politik yang bisa saja di balik-balik jadi kita harus antisipasi kita pagari dulu bahwa sebenarnya nggak mungkin nggak boleh dianulir bahasanya atau dikembalikan lagi,” ujarnya (21/8/2024).
Senada dengan Bivitri, Refly mengatakan putusan ini berlaku sejak pembacaan. Sifatnya self regulation, tidak memerlukan tindak lanjut perubahan peraturan perundang-undangan untuk berlaku. Jadi, aturan ini berlaku dengan sendirinya dan sifatnya mengikat semua pihak.
“Di MK itu ada aturan yang termuat dalam UU MK Nomor 24 Tahun 2023 bahwa putusan itu berlaku sejak dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum,” kata Refly saat hadir dalam acara Rakyat Bersuara di iNews, Selasa (20/8/2024).
Tinggal kita tunggu saat ini, hasil rapat Baleg DPR, sambil berharap Baleg DPR tidak melakukan pembangkangan hukum.***(Kalingga Zaman)