SERAYUNEWS – Mantan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eki di Cirebon pada 2016 lalu, Saka Tatal menjalani sumpah pocong pada Jumat (9/8/2024) sore WIB.
Sumpah tersebut terpaksa dilakukan sebagai pembuktian bahwa dia tidak bersalah dalam kasus tersebut. Ini sekaligus menjawab tantangan dari Iptu Rudiana selaku ayah Eki.
Pelaksanaan sumpah itu sendiri berlangsung di Padepokan Agung Amparan Jati, Desa Lurah, Blok Karangtengah Kidul, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Lantas, bagaimanakah sumpah pocong menurut syariat Agama Islam? Berikut serayunews.com sajikan pendapat dari Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Selanjutnya, pengertian sumpah pocong yang berkembang di masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah sebuah sumpah untuk mempertahankan keyakinan masing-masing pihak yang bersengketa.
Kedua belah pihak yang bertikai dibungkus dengan kain kafan hingga menyerupai bentuk pocong seperti saat meninggal dunia.
Tradisi ini bertujuan sebagai pembuktian suatu tuduhan atau kasus yang umumnya memiliki sedikit bukti. Bahkan, bisa jadi kasus tidak memiliki bukti sama sekali.
Dalam pelafalannya, kedua pihak bersedia menerima segala konsekuensinya. Termasuk, jika Allah SWT bakal menurunkan kutukan laknat-Nya kepada siapa yang bertahan pada pendirian yang salah.
Inilah seperti dalam firman Allah surat ali Imran ayat 61.
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.'” (Ali Imran : 61).
Mengenai sumpah pocong sendiri, dari caranya sumpah ini merupakan sebagai tradisi orang Indonesia. Dalam ajaran Islam, menurut Muhammadiyah tidak ada model sumpah semacam ini.
Lebih lanjut, salah satu organisasi Islam di Indonesia ini menjelaskan bahwa kalau hanya sekedar mengenakan kain kafan bagi yang melakukan sumpah, tidaklah ada larangan.
Akan tetapi, dengan mengenakan kain kafan itu ada makna filosofis atau kejiwaannya terutama di kalangan orang Jawa, yaitu orang takut akan kuwalat.
Jadi, yang dia takuti bukan isi sumpah, melainkan makna dari alat untuk bersumpah. Apabila ia diterima, berarti ada pengikisan iman. Orang bukan takut kepada Allah, tetapi takut kepada orang lain.
Dalam ajaran Islam, hal demikian tidak boleh supaya orang tidak jatuh kepada perbuatan syirik.
Oleh sebab itu, terkandung makna demikian, Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat sumpah pocong itu tidak boleh.
Kemudian, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar tidak menggunakan model sumpah pocong. Namun, pakai saja cara biasa.
Adapun mengenai isi sumpahnya (dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sumpah di atas), maka boleh saja sumpah yang isinya saling mengutuk.
Selain itu, tidak terucap menerima kutukan dari Allah SWT (sumpah pocong pun isinya ada yang mencantumkan sama-sama siap menerima kutukan Allah).
Wallahu a’lam bishawab, Allah yang Maha Mengetahui.
***