SERAYUNEWS – Media sosial kembali heboh dengan klaim seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar.
Dia mempertanyakan keaslian ijazah dan skripsi Presiden ke-7, Joko Widodo, sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Rismon berpendapat bahwa penggunaan font Times New Roman pada lembar pengesahan dan sampul skripsi tidak sesuai dengan era 1980-an hingga 1990-an.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa dokumen tersebut tidak asli. Klaim ini pun memicu perdebatan di kalangan netizen.
Sebagian meragukan informasi tersebut, sementara yang lain menerima narasi yang disampaikan dengan analisis forensik digital.
Menanggapi isu ini, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyayangkan pernyataan Rismon yang dinilai menyesatkan.
Terlebih, Rismon merupakan alumnus Fakultas Teknik UGM yang seharusnya memiliki dasar akademik yang kuat dalam menyampaikan informasi.
“Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang akademisi yang seharusnya mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang berbasis fakta,” ujar Sigit dalam siaran persnya, dikutip Minggu (23/3/2025).
Sigit menekankan bahwa seorang dosen seharusnya menyampaikan analisis berdasarkan penelitian yang valid.
Ia menambahkan, jika ingin melakukan kajian forensik terhadap skripsi dan ijazah Joko Widodo, seharusnya Rismon membandingkan dengan dokumen serupa yang diterbitkan pada periode yang sama di Fakultas Kehutanan UGM.
Salah satu klaim yang disampaikan Rismon adalah terkait penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi dan lembar pengesahan.
Menurutnya, font tersebut belum tersedia di era 1980-an, sehingga menjadi dasar untuk meragukan keaslian dokumen.
Menanggapi hal ini, Sigit menjelaskan bahwa mahasiswa pada masa itu sudah umum menggunakan font Times New Roman atau jenis huruf serupa, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan skripsi di percetakan.
“Di sekitar kampus UGM, saat itu sudah ada percetakan seperti Prima dan Sanur (sekarang sudah tutup) yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi. Seharusnya, hal ini juga diketahui oleh yang bersangkutan, mengingat ia juga merupakan alumni UGM,” ungkap Sigit.
Ia juga menegaskan bahwa isi skripsi Joko Widodo yang setebal 91 halaman tetap diketik menggunakan mesin ketik.
Sementara itu, sampul dan lembar pengesahan dicetak di percetakan, sesuatu yang lazim dilakukan oleh mahasiswa pada masa itu.
Selain itu, Rismon juga mempertanyakan sistem penomoran ijazah Joko Widodo yang dinilai tidak sesuai dengan standar.
Sigit menjelaskan bahwa pada saat itu, Fakultas Kehutanan UGM memiliki kebijakan sendiri dalam memberikan nomor ijazah, dan belum ada sistem penyeragaman dari tingkat universitas.
“Nomor ijazah disusun berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang lulus, ditambah kode fakultas (FKT).
Sistem ini berlaku untuk semua lulusan Fakultas Kehutanan, bukan hanya Joko Widodo,” terangnya.
Senada dengan Sigit, Ketua Senat Fakultas Kehutanan UGM, San Afri Awang, juga menegaskan bahwa klaim Rismon tidak memiliki dasar yang kuat.
Ia mengaku memiliki pengalaman langsung terkait penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi di era tersebut.
“Saya masih ingat saat membuat sampul skripsi, saya pergi ke percetakan Prima. Saat itu, sudah ada jasa cetak sampul yang menggunakan font Times New Roman.
Bahkan, di sekitar UGM juga sudah tersedia jasa pengetikan komputer IBM PC untuk mengolah data statistik,” kenang San Afri, yang merupakan kakak angkatan Joko Widodo.
Meski demikian, ia juga mengakui bahwa tidak semua mahasiswa memilih mencetak sampul di percetakan.
“Mahasiswa yang secara ekonomi kurang mampu biasanya mengetik sendiri sampul dan lembar pengesahan menggunakan mesin ketik,” tambahnya.
Baik Sigit maupun San Afri menegaskan bahwa Joko Widodo benar-benar kuliah di UGM dan lulus dari Fakultas Kehutanan.
Keberadaannya di kampus didukung oleh banyak saksi, termasuk teman seangkatannya, serta catatan akademik yang terdokumentasi dengan baik.
“Ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah asli. Ia aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa (Silvagama), tercatat menempuh berbagai mata kuliah, serta menyelesaikan skripsinya.
Universitas Gadjah Mada secara resmi mengeluarkan ijazahnya,” tegas Sigit.
San Afri menambahkan bahwa tuduhan yang menyebutkan ijazah Joko Widodo palsu hanyalah isu yang terus digoreng untuk kepentingan tertentu.
Ia meyakini bahwa narasi semacam ini hanya bertujuan untuk mencari sensasi dan menyesatkan publik.
“Dia (Joko Widodo) benar-benar lulus dari sini, dan buktinya ada,” pungkasnya.***