Purbalingga, serayunews.com
“Rasbun saya menjadi langganan banyak orang. Mulai dari pedagang pasar hingga anak muda dan orang tua yang membutuhkan penawar lapar di malam hari,” kata Rushadi (75), penjual Rasbun yang menggelar dagangannya di emperan toko di Jalan Sersan Sayun Bobotsari, Selasa (3/1/2023) malam.
Setiap malam sekitar pukul 19.00 WIB, warga Desa Kalapacung Kecamatan Bobotsari itu menggelar dagangannya. Rasbun tersebut sebenarnya hanya makanan sederhana, karena terdiri dari nasi sekepalan tangan orang dewasa dengan sayur orek tempe dan tahu dengan bungkus daun pisang. Sebagai teman menyantapnya, tersedia keripik tempe dan teh tawar hangat.
“Harga satu bungkus Rasbun hanya Rp6.000 ditambah satu keripik tempe seharga Rp2.000,” kata Rushadi.
Setiap hari dia membawa 100 bungkus Rasbun untuk dia jajakan kepada pembeli. Selain itu dia juga menyertakan satu stoples plastik berisi keripik tempe. Semua menu makanan tersebut adalah masakan istrinya. Proses memasak sejak pagi hingga sore. Selepas maghrib makanan tersebut siap dijual.
”Istri yang memasak, saya yang menjualnya,” ungkapnya.
Menurutnya setiap hari dia selalu berjualan di lokasi yang sama.
“Hanya kalau saya tidak enak badan saya tidak berjualan. Jika sehat walaupun hujan deras saya selalu berjualan,” katanya ramah.
Kendati hanya menu biasa, Rasbun tersebut memiliki cita rasa dan kenikmatan yang khas ketika disantap. Nasi yang lembut dan pulen dengan orek tempe yang manis dan sedikit pedas membuat lidah terus bergoyang. Dengan keripik tempe yang garing dan gurih, membuat rasa lapar yang melanda bisa terobati.
“Kebanyakan pembeli bisa menyantap lebih dari satu bungkus Rasbun. Mereka mengatakan kalau satu bungkus kurang kenyang,” tutur Rushadi.
Pelanggan Rasbun legendaris tersebut beragam. Mulai dari pedagang Pasar Bobotsari, sopir angkutan hingga pekerja profesional. Dosen Fisipol Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo merupakan salah satu penggemar rasbun legendaris tersebut.
“Kalau mudik ke rumah orangtua di Bobotsari, saya selalu menyempatkan menyantap Rasbun. Rasanya ngangeni,” ujarnya.
Rushadi selalu melayani pembeli dengan ramah. Bahkan kadang dia berinteraksi dengan berbincang akrab dengan mereka yang asyik menyantap dagangannya. Dia bercerita pernah didatangi Bupati Purbalingga periode 2000-2005 dan 2005-2010 Triyono Budi Sasongko.
“Saya tidak menduga, ternyata pak bupati yang datang,” tukasnya.
Malam semakin larut, 100 bungkus rasbun milik Rushadi tinggal beberapa bungkus. Beberapa pembeli masih datang dan memesan Rasbun beserta lauk keripik tempe untuk dibawa pulang. Mendekati dini hari, Rushadi bersiap mengemasi dagangannya. Tampah serta tenong berisi rasbun yang tersisa sedikit mulai dia tata lagi.
“Saya biasa pulang ke rumah pukul 02.00 dini hari. Biasanya dagangan saya sudah habis. Jika masih ada sisa beberapa bungkus akan saya bagikan ke tetangga,” imbuhnya.