
SERAYUNEWS — Upaya pelestarian seni kaligrafi Islam di Cilacap semakin menemukan pijakannya melalui hadirnya Pesantren Kaligrafi Sandikala.
Lembaga ini tumbuh dari sebuah sanggar kecil yang bergerak dinamis hingga akhirnya mampu melahirkan karya monumental: Mushaf Al-Qur’an Wijayakusuma Al-Irvani Cilacap.
Pengasuh Pesantren Sandikala, Midhan Anis, menceritakan bahwa Sandikala lahir dari dorongan seorang sahabatnya, Ustaz Awaluddin, yang melihat potensi besar pada karya kaligrafinya.
“Dia seringkali datang ke rumah dan melihat saya membuat kaligrafi. Waktu itu dia nyeletuk begini, ini bagusnya bikin sanggar… Kamu bisa di mana-mana,” kata Midhan.
Sejak itu, gagasan sanggar berubah menjadi gerakan seni. Pada 13 Mei 2018, Midhan mengundang ahli kaligrafi internasional asal Kudus, Kyai Assiry, dan menggelar kegiatan melukis bersama di Benteng Pendem. Sejak 2018 hingga 2019, Sandikala aktif dalam berbagai acara besar, termasuk Hari Jadi Cilacap.
Kolaborasi dengan Pertamina melalui Pekan Muharram kemudian melahirkan mushaf raksasa 2×3 meter yang kini dipajang di Masjid Baitur Rahmah RU IV Pertamina.
Dari rangkaian kegiatan itu, sekolah-sekolah mulai mengirimkan siswa untuk belajar kaligrafi. Hasilnya langsung terlihat.
“Tahun 2018 pertama kali dalam sejarah Cilacap MAPSI Provinsi itu Cilacap bisa juara satu,” ungkap Midhan.
Hingga 2025, Sandikala konsisten meraih prestasi. Untuk pertama kalinya Cilacap mengirim kafilah kaligrafi ke MTQ tingkat provinsi, dan dua siswa meraih juara harapan.
Dorongan untuk berkembang juga datang dari Kyai Assiry, yang menasihati agar Sandikala naik level menjadi pesantren. Pesantren Kaligrafi Sandikala pun akhirnya berdiri.
Midhan menuturkan bahwa ide menulis mushaf muncul dari keprihatinannya terhadap bencana alam di Indonesia.
“Membuat mushaf bukan untuk gaya-gayaan… mudah-mudahan daerah ini aman dari bencana,” ujarnya.
Proses penulisan mushaf dikerjakan bersama Baznas Cilacap melalui QCBC, serta dua lembaga nasional: PSKQ Kudus dan Hilyatul Qalam Tegal. Motif Wijayakusuma dipilih sebagai identitas Cilacap, sementara nama Al-Irvani dinisbatkan kepada donatur zakat.
Penulisan dimulai 15 Maret 2025 dan diresmikan Bupati Cilacap pada 28 November 2025 dalam pengajian akbar bersama Ustaz Abdul Somad.
Pengasuh PSKQ Kudus, KH. Muhammad Assiry, menjelaskan bahwa mushaf ini dikerjakan oleh tim besar dengan kerja profesional.
“Ada tim sket, tim penulis, tim tasheh, hingga finishing touch,” jelasnya.
Desain disiapkan secara digital, kemudian dicetak sebagai panduan sebelum ditulis manual menggunakan tinta dan pena khusus.
Ukuran mushaf mencapai 79 × 109 cm, menjadikannya salah satu mushaf berukuran besar di Indonesia setelah milik Kementerian Agama. Tulisan menggunakan khot rasam Utsmani standar Indonesia dengan sentuhan gaya Sauki Afandi dan Hasyim Muhammad.
“Alhamdulillah… mushaf ini hasilnya sangat luar biasa bagus,” ucapnya.
Targetnya, 30 juz rampung dalam satu tahun sebelum dicetak massal dan disebarkan sebagai syiar Al-Qur’an.
Penulis mushaf sekaligus Pengasuh Hilyatul Qalam Tegal, Ustaz Irfan Ali Nasrudin, memaparkan bahwa mushaf ini mengangkat identitas budaya Cilacap.
“Yang paling ikonik dari Kabupaten Cilacap adalah bunga Wijayakusuma,” terangnya.
Bunga yang mekar di malam hari itu dianggap simbol keindahan tersembunyi dan kemenangan.
Selain Wijayakusuma, mushaf menampilkan beragam botani Cilacap seperti Balehler/Meranti Jawa Nusakambangan serta rempah Nusantara.
“Kami menambahkan unsur ornamen Papua, Songket NTT, Dayak Kalimantan, Cirebonan, hingga Aceh,” jelasnya.
Ornamen dibuat digital lalu ditulis manual, sehingga menghasilkan perpaduan estetik yang tak ditemukan pada mushaf lain.
Pesantren Sandikala kini memperkuat program kaligrafi dan menyiapkan program tahfiz. Dua agenda besar—Hari Jadi Cilacap dan Hari Santri—ditetapkan sebagai agenda wajib santri setiap tahun.