SERAYUNEWS – Bulan Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa yang dianggap sakral dan penuh dengan berbagai ketentuan, termasuk soal pernikahan.
Saat ini, tak sedikit orang yang masih menghindari menikah di bulan Suro karena berbagai alasan.
Alasan-alasan itu pun berakar pada mitos maupun kepercayaan yang berkembang di masyarakat Jawa.
Suro merupakan bulan pertama dalam sistem penanggalan kalender Jawa.
Bulan ini dikenal sakral dan biasanya diperingati dengan berbagai tradisi budaya.
Beberapa ritual yang sering dilaksanakan selama bulan Suro antara lain Tapa Bisu, Jamasan hingga Siraman.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bulan Suro dalam kehidupan masyarakat yang masih menjunjung tinggi tradisi Jawa.
Bulan Suro juga dikenal dengan berbagai mitosnya. Konon, hal ini bisa berpengaruh pada kegiatan sehari-hari.
Beberapa mitos yang terkenal di antaranya:
Pada malam satu Suro, ada kepercayaan bahwa orang yang keluar rumah akan mengalami kesialan dan hal-hal yang tidak diinginkan.
Orang yang pindah rumah pada bulan Suro juga diyakini bakal hidup sudah dan sengsara.
Tak hanya pindah rumah, dipercaya juga bahwa rumah yang dibangun pada bulan Suro tidak akan membawa berkah.
Menurut buku Kitab Primbon Jawa Serbaguna (2009) oleh R. Gunasasmita, larangan menikah saat Suro didasarkan pada keyakinan bahwa kehidupan rumah tangga yang dimulai pada bulan ini akan penuh dengan pertengkaran dan kesulitan.
Sehingga, primbon Jawa menyarankan untuk menghindari pernikahan di bulan Suro agar orang bisa menghindari nasib buruk ini.
Kepercayaan yang berkembang ini telah membuat banyak orang tidak menikah di bulan Suro.
Mereka percaya bahwa menikah pada bulan ini akan membawa ketidakbahagiaan dalam rumah tangganya.
Oleh karena itu, pernikahan atau hajatan lainnya sering kali dihindari.
Primbon Jawa secara tegas melarang pernikahan di bulan Suro karena diyakini akan membawa pertengkaran dan kesulitan dalam kehidupan rumah tangga.
Keyakinan ini masih dipegang erat oleh banyak orang, dan pada akhirnya mereka lebih memilih untuk menghindarinya.
Namun percaya atau tidak, ini kembali pada diri masing-masing dan bagaimana cara memaknai tradisi serta keyakinan tersebut.***