
SERAYUNEWS – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menjadi sorotan setelah menggelar Rapat Pleno di Hotel The Sultan, Jakarta, pada Selasa malam, 9 Desember 2025. Siapa pengganti?
Forum yang berlangsung di tengah tensi internal ini menjadi ajang menentukan sikap strategis, terutama terkait posisi Ketua Umum PBNU yang saat ini diemban oleh KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya.
Rangkaian acara dibuka dengan doa bersama yang dipimpin para kiai sepuh, diikuti penyerahan bantuan untuk korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat.
Ketua PBNU bidang Pendidikan, Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag., menyatakan bahwa pembukaan pleno dengan nuansa spiritual dan empati tersebut merupakan bentuk kepedulian PBNU dalam menjalankan nilai keberpihakan sosial.
“Doa bersama dan donasi ini adalah upaya PBNU untuk turut mendoakan agar bencana di Sumatera segera tertangani. Santunan yang diberikan diharapkan bisa meringankan beban para korban,” ujar Prof. Mukri.
Pleno dihadiri jajaran lengkap pengurus PBNU, mulai dari Mustasyar, A’wan, Syuriyah, hingga Tanfidziyah beserta pimpinan lembaga dan banom NU.
Namun fokus terbesar tidak lain adalah agenda tunggal yang disebut-sebut menjadi penentu arah organisasi: penetapan penjabat sementara atau Pj Ketua Umum PBNU.
Ketegangan di tubuh PBNU mulai mencuat sejak terbitnya Risalah Rapat Harian Syuriah pada 20 November 2025.
Risalah itu berisi ultimatum kepada Gus Yahya untuk mundur dari jabatan Ketua Umum PBNU dengan dua alasan utama, yaitu:
Selang beberapa hari, terbit Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang menegaskan pemberhentian Gus Yahya dari jabatannya serta penunjukan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar sebagai pelaksana harian.
Meski demikian, Gus Yahya tetap menolak keputusan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya hanya bisa diganti melalui muktamar.
Di tengah ketegangan itu, KH Imam Buchori Cholil, Rais Syuriah PBNU, memastikan bahwa rapat pleno tetap digelar sesuai mekanisme organisasi.
“Saya kira, sikap dari jajaran Syuriah kan sudah jelas, bahwa rapat sudah memutuskan sesuai dengan AD/ART dan Perkum,” jelas Ra Imam dalam keterangannya.
Ia juga menegaskan bahwa momentum pleno hari ini dapat menjadi ruang menyelesaikan polemik yang telah berlarut-larut.
Ra Imam menekankan bahwa agenda pleno sudah memenuhi seluruh tahapan sesuai AD/ART.
Ia pun menyampaikan bahwa satu-satunya agenda rapat ialah menentukan Pj Ketua Umum PBNU.
Namun keputusan final baru akan diambil setelah mendengarkan arahan dari Mustasyar selaku sesepuh organisasi.
“Agendanya memang agenda tunggal untuk menentukan siapa Pj Ketua Umum PBNU,” ujar Ra Imam.
“Namun, dalam pelaksanaan rapat ini tentu yang pertama kali adalah mendengarkan taujihat-taujihat dari para mustasyar.”
Dengan demikian, forum pleno menjadi kunci.
Ia bisa memutuskan Pj Ketua Umum PBNU atau justru membuka kemungkinan lain bila para sesepuh menilai perlu ada agenda tambahan.
Meski belum ada pengumuman resmi, ada beberapa figur yang dinilai memiliki peluang kuat untuk menjadi Pj Ketua Umum PBNU:
1. KH Miftachul Akhyar
Sebagai Rais Aam sekaligus tokoh yang dalam SE ditunjuk menjalankan fungsi ketua umum, KH Miftachul Akhyar berada pada posisi paling dekat dengan jabatan Pj.
Otoritas moral yang besar serta pengalaman panjangnya di struktur NU menjadi pertimbangan utama.
2. KH Afifuddin Muhajir
Sebagai Wakil Rais Aam dan salah satu penandatangan SE pemberhentian sementara Gus Yahya, KH Afifuddin dikenal berpengaruh dalam lingkaran Syuriah.
Sikapnya yang tegas dalam menjaga tradisi dan marwah organisasi membuat namanya diperhitungkan.
3. KH Ahmad Tajul Mafatikhir
Katib Aam PBNU yang juga ikut menandatangani SE berada pada posisi strategis.
Keterlibatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengelolaan organisasi menjadikannya kandidat potensial bila forum memutuskan perlunya figur penengah.
4. Tokoh Alternatif dari Tanfidziyah
Jika para mustasyar menilai perlunya figur kompromi, terbuka kemungkinan bahwa Pj ditunjuk dari jajaran Tanfidziyah yang tidak terlibat langsung dalam polemik.
Hal semacam ini pernah terjadi dalam sejarah organisasi besar untuk meredam ketegangan internal.
Penetapan Pj Ketua Umum PBNU bukan hanya soal internal organisasi. Keputusan ini menentukan:
NU adalah organisasi keagamaan terbesar di dunia, sehingga dinamika di dalamnya berdampak luas, baik dalam skala nasional maupun global.
Oleh karena itu, keputusan yang dihasilkan pleno sangat dinantikan.
Rapat Pleno PBNU pada 9 Desember 2025 tidak sekadar pertemuan rutin.
Ia menjadi panggung untuk menentukan masa depan kepemimpinan organisasi terbesar di Indonesia.
Siapa yang menjadi Pj Ketua Umum PBNU akan sangat bergantung pada arahan mustasyar dan dinamika forum.
Satu hal yang pasti, seluruh warga NU dan publik luas menanti keputusan yang membawa kedamaian, kejelasan, dan keberlanjutan bagi PBNU.***