
SERAYUNEWS – Pergantian pucuk pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berlangsung dinamis pada Selasa, 9 Desember 2025. Lantas, KH Zulfa Mustofa orang mana?
Pasalnya, dalam rapat pleno yang digelar di The Sultan Hotel, Jakarta, PBNU resmi menunjuk Wakil Ketua Umum, KH Zulfa Mustofa, sebagai pejabat Ketua Umum atau Pj Ketum PBNU untuk mengisi sisa masa bakti kepemimpinan.
Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Rais Syuriah PBNU, M Nuh, yang memimpin jalannya rapat pleno.
“Penetapan pejabat Ketua Umum PBNU masa bakti sisa, sisa sekarang ini, yaitu yang mulia beliau Bapak KH Zulfa Mustofa,” katanya.
Penunjukan ini menjadi momen penting bagi NU, terutama menjelang beberapa agenda besar organisasi yang sudah dijadwalkan hingga tahun 2026.
Dengan posisi strategis tersebut, Zulfa Mustofa akan menahkodai PBNU hingga gelaran Muktamar mendatang.
Dalam penjelasannya, M Nuh menyampaikan bahwa masa jabatan Pj Ketua Umum tidak akan berlangsung lama karena Muktamar dijadwalkan kembali ke siklus normal setelah sempat tertunda akibat pandemi Covid 19.
“Mudah-mudahan tidak sampai akhir tahun, karena Rais Aam yang mulia juga pernah menggariskan bahwa Muktamar yang ada di Lampung tahun lalu itu sebenarnya sudah mundur satu tahun karena Covid,” katanya.
Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan Muktamar 2026 tidak dipercepat, tetapi sekadar dikembalikan ke kalender musyawarah NU seperti sebelumnya.
“Mudah-mudahan sebelum atau setelah Hari Raya Haji sudah bisa kita lakukan,” sambungnya.
Di tengah persiapan tersebut, sejumlah agenda besar juga akan menjadi perhatian PBNU. Salah satunya adalah peringatan satu abad masehi NU.
“Ada beberapa tugas kegiatan besar, yaitu memperingati satu abad Masehi yang akan jatuh pada 31 Januari 2026, itu satu abad Masehi. Dan juga ada Konbes Besar dan Munas serta puncaknya nanti yaitu di Muktamar,” ujar M Nuh.
Dengan tanggung jawab sebesar itu, KH Zulfa Mustofa kini menjadi salah satu tokoh penting yang akan menentukan arah perjalanan organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Pertanyaan tentang asal KH Zulfa Mustofa cukup sering muncul, terutama setelah dirinya resmi ditunjuk sebagai Pj Ketum PBNU.
Jawabannya, KH Zulfa Mustofa memiliki akar kuat dari dua daerah sekaligus, yaitu Pekalongan, Jawa Tengah, dari garis ayah, dan Kresek, Banten, dari garis ibu.
Ayah beliau, KH Muqarrabin, dikenal sebagai ulama asal Pekalongan yang memiliki pengaruh kuat di kalangan pesantren.
Sementara sang ibu, Nyai Hajjah Marhumah Latifah, merupakan putri dari Nyai Hajjah Maimunah, yang juga ibu dari KH Ma’ruf Amin.
Artinya, KH Zulfa Mustofa adalah keponakan Wakil Presiden ke-13 Republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin.
Dari jalur ibunya pula, KH Zulfa Mustofa masih memiliki hubungan darah dengan Syekh Nawawi al-Bantani, ulama besar asal Banten yang pengaruhnya mendunia.
Tidak mengherankan jika karakter kepemimpinan Zulfa Mustofa diwarnai perpaduan budaya Jawa, Banten, dan tradisi pesantren klasik.
KH Zulfa Mustofa menempuh pendidikan awal di SD Al-Jihad, Jakarta, sebelum melanjutkan studi agama di Pekalongan. Ia kemudian mendalami ilmu-ilmu keislaman di:
Mathali’ul Falah sendiri adalah salah satu pesantren paling berpengaruh dalam jaringan NU.
Banyak tokoh besar lahir dari tradisi keilmuan Kajen, dan KH Zulfa Mustofa menjadi salah satu di antaranya.
Kecintaannya pada dunia kajian Islam membuatnya terus mengembangkan diri hingga memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.
Ia juga menikah dengan Hulwatin Syafi’ah dan memiliki beberapa anak.
Perjalanan KH Zulfa Mustofa dalam organisasi NU tidak bisa dianggap kecil.
Dirinya tercatat pernah menempati sejumlah posisi strategis di berbagai lembaga dan badan otonom NU, antara lain:
Selain itu, ia juga dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal MUI DKI Jakarta serta Ketua Komite Fatwa BPJPH Kementerian Agama.
Rekam jejak inilah yang membuatnya dianggap mampu melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan PBNU di masa transisi.
Pada tahun 2000, KH Zulfa Mustofa mendirikan majelis taklim Darul Musthofa, sebuah wadah pembelajaran agama yang berkembang pesat di kalangan jamaah urban.
Majelis ini mempertegas perannya sebagai ulama yang mampu berdakwah lintas segmen, dari kalangan santri hingga masyarakat perkotaan.***