SERAYUNEWS – Nama Salsa Erwina tiba-tiba jadi buah bibir di jagat maya. Seorang influencer muda ini nekat menantang debat terbuka Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR Ri.
Hal tersebut soal tunjangan anggota dewan. Publik pun ramai membicarakan keberaniannya, apalagi tantangan itu ia lontarkan secara terang-terangan di media sosial.
Fenomena ini membuat banyak orang bertanya-tanya: siapa sebenarnya Salsa Erwina, dan mengapa ia begitu percaya diri menghadapi politisi papan atas?
Awal kisah ini bermula dari pernyataan Ahmad Sahroni yang menyinggung soal “orang tolol sedunia”.
Ucapan itu terlontar dalam konteks perdebatan mengenai gaji dan tunjangan DPR. Bagi sebagian masyarakat, kata-kata tersebut dianggap merendahkan rakyat.
Salah satu yang paling vokal menanggapi adalah Salsa Erwina. Lewat akun Instagram pribadinya, @salsaer, ia menantang Sahroni untuk berdebat.
Tantangan itu tidak main-main, bahkan ia mengusulkan agar debat dihadiri juri profesional dari luar negeri.
Unggahannya langsung menyita perhatian publik. Banyak yang mendukung keberaniannya, meski tidak sedikit pula yang meragukan efektivitas ajakan tersebut.
Alih-alih terpancing emosi, Ahmad Sahroni justru memilih merespons dengan nada santai.
Dalam unggahan Instagram @ahmadsahroni88, ia menulis bahwa dirinya tidak akan meladeni ajakan debat tersebut.
“Ane gak akan ladenin org yg ajak debat ane. Ane mau bertapa dulu biar pinter, karena ane masih bloon. Ane ini masih bego,” tulis Sahroni.
Sikap ini memunculkan dua reaksi. Ada yang menganggap Sahroni berhasil meredam polemik, ada juga yang menilai pernyataannya justru semakin menyulut rasa kecewa publik.
Sosok Salsa Erwina ternyata tidak bisa diremehkan. Ia bukan hanya aktif sebagai konten kreator, tetapi juga memiliki latar belakang akademik dan prestasi internasional.
Salsa adalah pendiri kanal podcast Jadi Dewasa 101 (JDW 101), yang membahas isu-isu tumbuh dewasa seperti pengenalan diri, manajemen keuangan, hingga ekspektasi hidup.
Dari kanal inilah ia dikenal luas sebagai influencer dengan konten reflektif, bukan sekadar hiburan.
Prestasinya di bidang akademik juga patut diacungi jempol. Pada 2014, Salsa pernah menjuarai lomba debat internasional di Nanyang Technological University, Singapura.
Ia juga tercatat sebagai mahasiswa berprestasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) sebelum melanjutkan studi ke luar negeri.
Kini, ia tinggal di Aarhus, Denmark, dan tetap aktif bersuara melalui media sosial.
Keberanian Salsa menantang Sahroni bisa dilihat dari rekam jejaknya di dunia debat dan literasi publik.
Latar belakang sebagai juara debat internasional membuatnya terbiasa berargumen dengan logika tajam.
Selain itu, kepiawaiannya dalam mengomunikasikan isu-isu sosial lewat podcast menunjukkan bahwa ia punya modal intelektual.
Bagi sebagian orang, langkah Salsa adalah bentuk representasi suara anak muda yang tidak takut mengkritisi pejabat publik.
Di tengah ramai perbincangan, Sahroni kemudian memberikan klarifikasi.
Ia menegaskan bahwa istilah “orang tolol” tidak ditujukan kepada masyarakat umum.
Menurutnya, ucapan itu merujuk pada pola pikir sebagian pihak yang menilai DPR bisa bubar hanya karena persoalan gaji dan tunjangan.
“Bahasa tolol itu bukan pada obyek masyarakat, tapi pada logika berpikir yang menganggap DPR bisa bubar hanya karena gaji dan tunjangan,” jelasnya dalam sebuah kesempatan.
Sahroni juga menambahkan bahwa DPR tetap menjadi lembaga vital dalam menjaga sistem demokrasi.
Tanpa DPR, pengawasan terhadap pemerintah bisa melemah dan justru membahayakan stabilitas negara.
Meski Sahroni menolak ajakan debat, isu ini sudah cukup membuka mata publik tentang pentingnya transparansi, komunikasi sehat, dan kritik konstruktif terhadap pejabat publik.
Apapun kelanjutannya, keberanian Salsa patut diapresiasi. Ia menunjukkan bahwa suara masyarakat, terutama anak muda, tidak bisa diabaikan begitu saja.***