SERAYUNEWS – Sosiolog Unsoed Purwokerto, menanggapi duel maut dua remaja berusia 15 tahun di Desa Kedondong, Sokaraja, beberapa hari lalu. Tri Wuryaningsih beranggapan, fenomena tersebut menunjukan bahwa nilai kekerasan di masyarakat masih cukup masif.
Tri Wuryaningsih mengungkapkan, terjadinya duel maut tersebut merepresentasikan jika selama ini nilai kekerasan di masyarakat masih berlangsung.
“Anak-anak itu belajar menyelesaikan persoalan, menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Karena keluarga di masyarakat kita ini, kadang masih mendisiplinkan anak dengan cara kekerasan juga,” kata dia.
Dari kekerasan yang di lihat atau di rasakan oleh anak-anak tersebut, mereka akan tumbuh dengan nilai-nilai kekerasan juga.
“Orangtua menanangani persoalan dengan kekerasan, anak tidak manut kena kampleng (tampar, red). Inilah hal yang pada akhirnya di pahami oleh anak-anak. Orang tua menangani persoalan dengan kekerasan, kisruh dengan istrinya, kampleng! Ini yang dia lihat dalam kedipuannya, sehingga tumbuh dan besar dalam nilai-nilai kekerasan,” ujarnya.
Faktor lingkungan dan orang terdekat, memang sangat bepengaruh. Terutama dari keluarga, masyarakat, sekolah, bahkan tenaga pendidik juga dapat bepengaruh.
“Mungkin di sekolah dia liat bulliying, guru misalnya membentak dan sebagainya. Nilai kekerasan di masyarakat kita, memang masih sangat masif,” kata dia.
Menurutnya, peran orangtua sangat penting jika memang ingin menghindari hal-hal serupa. Anak mau tumbuh seperti apa, keluarga itu tempat pertama dan utama bagi anak-anak belajar nilai-nilai kasih sayang, toleransi, kepedulian, dan empati.
“Itu yang harus terajarkan sejak dini, sehingga peran orangtua dan keluarga sangat luar biasa. Nantinya nilai-nilai itu yang bisa di terapkan ketika dia di sekolah, ataupun lingkungan bermainnya,” ujarnya.