SERAYUNEWS – Penghapusan ambang batas 20 persen dalam Pemilu 2024 di Indonesia menjadi perhatian besar dari kalangan politisi dan pengamat politik.
Keputusan ini jadi angin segar bagi partai politik (parpol) yang sebelumnya terkendala oleh batasan tersebut dalam mengajukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Menurut Ahmad Sabiq, pengamat politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, penghapusan ambang batas ini akan membuka lebih banyak peluang. Terutama bagi partai politik kecil, untuk berpartisipasi dalam kontestasi pilpres.
“Terlepas ada kepentingan apapun, putusan penghapusan ambang batas ini memberi angin segar bagi demokrasi. Memunculkan peluang parpol untuk kader-kadernya bisa maju dicalonkan,” ujar Sabiq, Selasa (7/1/2025).
Sebelumnya, ambang batas 20 persen hanya memungkinkan partai besar dengan jumlah kursi signifikan di DPR untuk mengajukan capres-cawapres. Sehingga membatasi dinamika politik dan keberagaman pilihan.
Dengan penghapusan ini, Sabiq menilai lebih banyak calon akan muncul, termasuk dari partai-partai dengan basis massa kecil namun berpotensi menarik pemilih baru.
“Dengan penghapusan menjadikan peluang calon lebih banyak, bisa memunculkan fragmentasi politik. Karena ada banyak paslon (pasangan calon, red) dari partai peserta yang bisa mencalonkan,” tambahnya.
Sabiq juga menyoroti, bahwa penghapusan ambang batas dapat mengurangi dominasi kartel politik, yaitu kontrol oleh segelintir partai besar yang memonopoli proses pencalonan. Hal ini, menurutnya, membuka ruang bagi demokrasi yang lebih sehat dan kompetitif.
“Sejauh ini kan dikuasai kartel politik, jadi ini angin segar bagi parpol dan bagi demokrasi, sepanjang tidak dibajak,” jelasnya.
Penghapusan ambang batas juga akan memberikan keuntungan bagi pemilih. Dengan lebih banyak kandidat yang tersedia, pemilih memiliki pilihan yang lebih beragam.
“Keuntungan juga bagi pemilih, karena lebih variatif, lebih banyak kandidat yang dipilih,” kata Sabiq.
Namun, Sabiq juga menekankan bahwa penghapusan ambang batas ini menjadi tantangan bagi partai politik untuk bekerja lebih keras. Termasuk dalam membentuk kader dan mempersiapkan kandidat potensial.
Parpol dia harapkan tidak hanya mengandalkan koalisi pragmatis, tetapi juga menawarkan program dan visi yang jelas kepada pemilih.
“Sejak saat ini, parpol sudah harus bekerja, bergerak memilih dan membentuk kadernya untuk persiapan Pilpres mendatang. Jadi bisa memiliki kandidat calon yang mumpuni, tidak sekadar ngekor dengan partai koalisi parpol peserta. Tentu harus ada program yang ditawarkan, ada pilihan yang disuguhkan. Secara umum, ini akan membawa perbaikan bagi parpol,” pungkasnya.