SERAYUNEWS – Jika Anda penasaran dengan besaran tantiem bos BUMN yang disinggung oleh Prabowo Subianto, Anda bisa menyimak artikel ini sampai akhir.
Pasalnya, pernyataan Prabowo Subianto dalam pidato RAPBN 2026 membuat publik ramai memperbincangkan salah satu isu klasik di tubuh perusahaan pelat merah, yakni tantiem alias bonus direksi BUMN.
Sorotan ini muncul karena selama bertahun-tahun, nilai tantiem yang diterima petinggi BUMN kerap dianggap jauh lebih besar dibanding gaji pejabat negara, bahkan presiden sekalipun.
Tantiem merupakan bentuk bonus atau insentif yang diberikan kepada direksi maupun komisaris perusahaan sebagai imbalan atas kinerja, khususnya jika perusahaan berhasil meraih keuntungan.
Dalam konteks BUMN, besaran tantiem biasanya ditetapkan berdasarkan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Berbeda dengan gaji bulanan, tantiem sifatnya tidak tetap. Nilainya bisa melonjak tajam ketika keuntungan perusahaan naik, dan sebaliknya bisa turun bila kinerja menurun.
Beberapa laporan keuangan BUMN yang dipublikasikan secara terbuka memberi gambaran soal fantastisnya angka tantiem.
Sebagai contoh, di sejumlah BUMN besar, direksi bisa mengantongi bonus miliaran rupiah per tahun.
Salah satu contohnya, dalam laporan tahunan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) 2022, total remunerasi yang mencakup gaji, fasilitas, dan tantiem direksi serta komisaris disebut mencapai lebih dari Rp500 miliar.
Dari jumlah itu, tantiem menyumbang porsi yang cukup besar, dan masing-masing direksi bisa mendapatkan hingga puluhan miliar rupiah.
Hal serupa juga terlihat di BUMN sektor energi. PT Pertamina (Persero), misalnya, tercatat memberikan tantiem dengan nilai yang menyesuaikan profit perusahaan.
Angka bonus direksi bisa menyentuh kisaran belasan hingga puluhan miliar, bergantung pada performa keuangan tahunan.
Isu ini kembali menjadi perbincangan hangat usai Prabowo menyinggungnya dalam pidato RAPBN 2026.
Ia menyoroti kontrasnya kondisi ekonomi masyarakat dengan besarnya fasilitas dan bonus yang diterima pejabat tinggi perusahaan negara.
“Gaji presiden saja tidak sebanding dengan tantiem yang diterima bos BUMN,” ujar Prabowo, dikutip dalam pidatonya.
Pernyataan itu sontak viral di media sosial, memicu diskusi publik mengenai keadilan sistem remunerasi di perusahaan pelat merah.
Sorotan publik bukan semata soal angka, melainkan juga tentang transparansi dan keadilan.
Di tengah tantangan ekonomi dan kebutuhan subsidi negara, pemberian bonus jumbo kepada segelintir pejabat BUMN dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.
Sejumlah pengamat menilai, tantangan pemerintah ke depan adalah menyeimbangkan insentif bagi profesional di BUMN agar tetap kompetitif, tanpa mengorbankan rasa keadilan publik.
Ada pula usulan agar mekanisme tantiem lebih transparan, bahkan dipublikasikan secara rutin untuk menghindari spekulasi.
BUMN memang dituntut untuk dikelola secara profesional seperti perusahaan swasta, yang berarti memberikan kompensasi menarik kepada talenta terbaik.
Namun, di sisi lain, karena menggunakan modal negara, perusahaan pelat merah juga memiliki tanggung jawab sosial.
Inilah yang membuat isu tantiem selalu menjadi polemik: di satu sisi dibutuhkan untuk menjaga daya saing perusahaan, di sisi lain memicu kritik karena dinilai berlebihan dibanding kesejahteraan rakyat.***