SERAYUNEWS – Indonesia kembali mencatat prestasi di bidang botani dengan ditemukannya spesies anggrek unik terbaru, Chiloschista tjiasmantoi.
Penemuan ini dilakukan oleh para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan semakin memperkaya keanekaragaman hayati di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatera.
Nama spesies ini diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada Wewin Tjiasmanto, seorang filantropis lingkungan yang telah berkontribusi dalam upaya pelestarian flora di Indonesia, terutama di Aceh.
Anggrek Chiloschista tjiasmantoi memiliki kuntum bunga berukuran sekitar 1–1,2 cm dengan warna kuning serta pola bintik jingga atau kemerahan.
Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, anggrek ini dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara bersamaan.
Spesies ini umumnya tumbuh pada ketinggian 700–1000 mdpl, menempel pada batang pohon tua di habitat semi-terbuka yang berangin dan lembap.
Musim berbunga biasanya terjadi pada pertengahan Juli serta awal November hingga akhir Desember.
Ciri khas anggrek ini adalah tumpukan akar fotosintetik yang warnanya menyerupai kulit batang pohon, sehingga sering kali sulit dikenali di habitat aslinya.
Anggrek spesies baru ini berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara drastis. Proses fotosintesis sepenuhnya terjadi melalui akar, sehingga dikenal sebagai anggrek tak berdaun.
Salah satu genus dalam kelompok anggrek tak berdaun adalah Chiloschista, yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1832. Saat ini, genus tersebut mencakup sekitar 30 spesies yang tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.
Di Indonesia, anggrek ini lebih dikenal sebagai “anggrek akar” karena tampilannya yang menyerupai kumpulan akar berwarna kehijauan.
Sebelumnya, hanya empat spesies Chiloschista yang diketahui ada di Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku.
Hingga kini, belum ada catatan mengenai keberadaan anggrek Chiloschista di Pulau Sumatera, Kalimantan, maupun Papua, menjadikan penemuan ini sebagai hal yang sangat berharga bagi dunia botani.
Anggrek Chiloschista tjiasmantoi dikategorikan sebagai “Genting” (Endangered) menurut kriteria IUCN Red List. Status ini diberikan karena luas area sebarannya yang terbatas serta jumlah populasinya yang kecil.
Selain itu, ancaman dari ekspansi perkebunan dan perubahan iklim semakin meningkatkan risiko terhadap kelangsungan hidup spesies ini.
Penemuan anggrek tak berdaun ini semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman anggrek di dunia.
Oleh karena itu, penelitian dan upaya konservasi perlu terus ditingkatkan guna memastikan kelestarian keindahan alam dan kekayaan hayati Indonesia bagi generasi mendatang.***