SERAYUNEWS— Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) suara sah nasional berubah. Perubahan terjadi lewat sidang uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Lewat putusan tersebut, MK mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tentang penerapan ambang batas 4 persen.
Hakim MK Enny Nurbaningsih mengatakan ambang batas parlemen tetap perlu, tapi penyusunan harus dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.
“Putusan Nomor 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusannya,” kata Enny (1/3/2024).
Dalam putusan perkara nomor 116 itu, MK meminta pembuat undang-undang mengubah ambang batas parlemen 4 persen yang ada dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang rasional. Proses revisi ambang batas parlemen 4 persen ini berlangsung sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029.
“Karena itu, untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus menggunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut (disproporsionalitas yang semakin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang),” jelasnya.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy menyambut baik kepusan MK ini.
“PPP menyambut putusan baik peniadaan ambang batas parlemen. Putusan MK ini, adalah kemenangan kedaulatan rakyat, karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi kursi. Inilah sebenarnya esensi sistem pemilu proporsional, yakni tidak ada suara rakyat yang terbuang,” ujar Rommy lewat keterangan tertulisna (29/2/2024).
Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor melihat putusan MK itu terlambat karena semestinya bisa berlaku pada Pemilu 2024. Namun begitu, ia menerima putusan tersebut.
“Putusan MK itu, kalau menurut kami dari PBB terlambat, harusnya di 2024 itu berlaku. Tapi inilah yang namanya keputusan MK, tentu saja final and binding ya,” kata Afriansyah (1/3/2024).
Pendapat agak berbeda datang dari Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie. Ia mengusulkan opsi fraksi threshold sebagai pengganti parliamentary threshold.
“Daripada parliamentary threshold lebih baik dibuat fraksi threshold. Yaitu kebutuhan suara minimum untuk membentuk 1 fraksi sendiri. Jadi, suara rakyat tidak terbuang. Namun, untuk partai-partai yang suaranya tidak mencapai persentase tertentu, digabungkan dalam 1 fraksi,” ujar Grace Natalie (1/3/2024).
Menurut Grace, suara partai politik yang tidak lolos parlemen sangat signifikan apabila bergabung. Dalam hitungan Grace, suara partai-partai nonparlemen kalau bergabung sangat signifikan, mencapai 9,79%.
Memang betul ambang batas parlemen 4 persen ini membuat banyak suara rakyat yang hilang. Menurut catatan Perludem, jumlah suara yang hilang pada Pileg 2009 mencapai 19 juta. Ia turun jadi hanya 2,9 juta pada 2014, sebelum naik lagi ke angka 13,6 juta pada 2019.*** (O Gozali)