SERAYUNEWS- Tim Tari Tradisional UIN Saizu Purwokerto sukses meraih Medali Emas lewat persembahan Tari Wersa Riris pada ajang 3rd SEIBA International Festival 2025 di UIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat.
Kemenangan ini bukan hanya menjadi torehan prestasi kampus, tetapi juga bukti bahwa kearifan lokal Banyumasan mampu bersuara di panggung dunia.
Keberhasilan tersebut menyimpan kisah inspiratif. Anggita Laras Pratama, yang akrab disapa Coach Gita, merupakan kurator sekaligus pengarah konsep tari ini.
Ia mengungkapkan bahwa proses penggarapan Tari Wersa Riris hanya memakan waktu dua minggu.
“Kami sempat terkendala karena ada perubahan juknis dari panitia SEIBA. Tapi justru dari situlah tantangannya. Semua berjalan lancar berkat ketekunan dan komitmen mahasiswa,” jelas Coach Gita.
Sebelumnya, karya tari kontemporer Kidung Lelana yang juga digarap tim UIN Saizu membutuhkan waktu dua bulan persiapan.
Namun, justru Wersa Riris yang digarap lebih singkat berhasil menyabet medali emas.
Proses seleksi tim tari dilakukan langsung oleh Dr. Fajry Sub’haan Syah Sinaga.
Mahasiswa terpilih melewati tahap uji wiraga, wirasa, dan wirama sebelum akhirnya dipercaya tampil mewakili UIN Saizu di kancah internasional.
“Tidak ada yang setengah-setengah. Semua mahasiswa yang lolos seleksi menunjukkan komitmen penuh sejak awal. Mereka sadar membawa nama besar UIN Saizu,” tambah Coach Gita.
Hasilnya pun nyata: satu medali platinum untuk Tari Kidung Lelana dan satu medali emas untuk Tari Wersa Riris.
Pembina Tim Tari UIN Saizu Purwokerto, Dr. Fajry Subhaan Syah Sinaga menyebut kemenangan ini adalah buah dari konsistensi dan kekompakan mahasiswa.
Baginya, setiap gerakan tari adalah doa dan cerita yang disulam dengan kesungguhan. “Wersa Riris bukan sekadar tarian tradisional. Ia adalah doa nenek moyang yang kami hidupkan kembali di atas panggung,” ujarnya.
Mahasiswa menari dengan jiwa, dan itu yang membuat pesan sampai ke hati penonton. Sementara itu, untuk kategori Tari Kontemporer, para penari PGMI FTIK berhasil menyentuh juri lewat karya Kidung Lelana.
Pendamping melihat bagaimana lima mahasiswa itu bertransformasi dari penari muda yang penuh keraguan menjadi duta seni yang percaya diri.
“Mereka menari bukan sekadar demi medali, tapi demi menyuarakan pesan kemanusiaan: luka, perlawanan, dan harapan. Dan itu yang membuat tarian mereka begitu hidup,” ungkapnya.
Lebih dari sekadar penampilan, Tari Wersa Riris membawa napas kearifan lokal.
Terinspirasi dari ritual cowongan masyarakat Banyumas, tarian ini menggambarkan doa petani yang memohon turunnya hujan agar sawah kembali hijau dan subur.
Lima mahasiswa UIN Saizu yang tergabung dalam Grup Sekar Candra tampil memukau:
Dengan iringan musik tradisional, obor, dan kendi, para penari berhasil menghidupkan suasana doa dan harapan masyarakat pedesaan.
Bagi Coach Gita, medali emas ini bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga tentang proses pembelajaran.
“Kesenian mengajarkan kita untuk disiplin, bekerja sama, dan tidak egois. Semua harus selaras, baik gerak maupun rasa. Itulah yang membuat Wersa Riris hidup di panggung,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa roh pertunjukan lahir dari kolaborasi. Konsep, kostum, hingga koreografi digarap bersama mahasiswa, pendamping, dan tim teknis.
Penampilan Wersa Riris mendapat apresiasi tinggi dari juri, penonton, hingga akademisi.
Bahkan, usai penampilan, langit Padang sempat diguyur hujan ringan seolah doa dalam tarian benar-benar terkabul.
Bagi para mahasiswa, pengalaman ini bukan hanya ajang unjuk bakat, melainkan persembahan untuk kampus, Banyumas, dan Indonesia.
“Prestasi ini adalah langkah awal. Dari Purwokerto, kita bisa berbicara untuk dunia,” tegas Coach Gita penuh semangat.
Kisah Tari Wersa Riris menjadi bukti bahwa budaya tradisional mampu mendunia jika digarap dengan sepenuh hati.
Medali emas dari SEIBA International Festival 2025 menjadi momentum bagi UIN Saizu untuk terus melangkah, menjunjung budaya lokal sekaligus membawa nama Indonesia ke kancah global.