SERAYUNEWS – Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) berkunjung ke Pondok Pesantren Al Hidayah Karangsuci Purwokerto, Selasa (07/10/2025).
Rombongan KWI terdiri dari Mgr. Christophorus Tri Harsono, Romo Aloys Budi Purnomo Pr, Sekretaris Komisi HAK KWI, bersama Uskup Keuskupan Purwokerto sekaligus Ketua Komisi HAK KWI.
Mgr. Christophorus Tri Harsono menyampaikan, kunjungan ini bukan sekadar pertemuan seremonial. Melainkan bentuk nyata komunikasi lintas iman yang membawa kesejukan.
“Banyak hal yang tidak terselesaikan karena kurangnya komunikasi dan perjumpaan. Dengan saling hadir, berbincang, dan mendengar, banyak persoalan bisa diredam. Kunjungan seperti ini menjadi tanda persaudaraan yang tidak dibatasi keyakinan,” katanya, ditemui usai pertemuan.
Pertemuan di Pondok Pesantren Al Hidayah Karangsuci mungkin hanya sebuah langkah kecil. Namun hal sederhana ini lah yang memberikan dampak besar dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Tentu, ini bagian dari menjaga dan merawat keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,” ujarnya.
Romo Aloys menyampaikan rasa syukur atas sambutan yang hangat dan penuh kekeluargaan dari pihak pesantren. “Kami sangat berterima kasih atas sambutan yang istimewa,” ucapnya.
Dia mengaku kagum, setelah mendengar cerita sejarah perjalanan Pondok pesantren ini, yang ternyata memiliki jejak sejarah kebangsaan dan perdamaian yang kuat.
“Ternyata Pondok Pesantren ini memiliki jejak sejarah kebangsaan, kerukunan, dan perdamaian yang luar biasa sejak masa Abah masih hidup, dan kini diteruskan oleh Umi Nadhiroh yang merangkul semua pihak tanpa pandang asal,” katanya.
Rombongan disambut pengasuh Ponpes Al Hidayah, Ibu Nyai Dra Hj Nadhiroh Noeris, yang bercerita banyak tentang sejarah Ponpes dan proses perjalanannya.
“Silaturahmi ini semoga menjadi jalan untuk mempererat ukhuwah watoniyah, memperkuat rasa kasih sayang dan kepedulian antar sesama umat manusia. Kalau kita tidak saling mengenal, bagaimana bisa saling menyayangi?” ucapnya.
Pertemuan lintas agama bukan kali pertama terjadi di Pondok Pesantren ini. Para kyai di Ponpes Al Hidayah kerap berkegiatan bersama Forum Komunikasi Umah Beragama (FKUB).
“Kunjungan kunjungan seperti ini memiliki manfaat mempererat hubungan lintas agama sekaligus memperkuat semangat kebangsaan dan persaudaraan antar umat beragama,” kata dia.
Sebagai informasi, KH. Muslich lahir di Tambaknegara, Rawalo, Banyumas pada 20 Februari 1910. Dalam sejarah Banyumas dan Purwokerto, nama KH. Muslich berdiri tegak sebagai salah satu ulama besar yang jejak langkahnya melintasi masa perjuangan kemerdekaan, diplomasi nasional, hingga pembangunan pendidikan Islam pasca-revolusi.
Dari medan perjuangan Laskar Hizbullah, ruang perundingan rahasia dengan tokoh-tokoh nasional, sampai pendirian Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci, seluruh perjalanan hidupnya menunjukkan perpaduan antara kecendekiaan, keberanian, dan ketulusan seorang pejuang agama dan bangsa.
Cita-cita Muslich terwujud secara penuh pada bulan Ramadhan tahun 1986, ketika KH. Dr. Noer Iskandar al-Barsyani, MA dan Ibu Nyai Dra. Hj. Nadhiroh Noeris memulai kegiatan resmi Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci di bawah naungan Yayasan Nurul Hidayah Karangsuci (Akta Notaris No. 04 tanggal 1 Juli 2013).
Pesantren ini kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan keagamaan nonformal yang menekankan keseimbangan antara ilmu agama, akhlak, dan pengabdian sosial. Seiring waktu, Al-Hidayah menjadi simbol warisan spiritual KH. Muslich di Purwokerto — menegaskan bahwa perjuangan beliau tidak berhenti di masa revolusi, tetapi terus hidup dalam bentuk pendidikan.
Melalui Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci, warisan itu terus menyala — menjadi cahaya bagi generasi baru, sebagaimana dulu KH. Muslich menyalakan api perjuangan bagi bangsanya.