SERAYUNEWS– Kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Sungai Gintung atau Jembatan Merah Purbalingga, telah memasuki tahap pembacaan tuntutan dari penuntut umum, di Pengadilam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (2/7/2026).
Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri (Kejari) Purbalingga Bambang Wahyu Wardana mengatakan, lima terdakwa dalam kasus tersebut, dinyatakan bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Sehingga JPU meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara, denda dan uang pengganti kepada para terdakwa,” katanya kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).
Masing-masing menyatakan terdakwa Donny Eriawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair penuntut umum. “Sehingga negara mengalami kerugian mencapai Rp 13 miliar dalam kasus tersebut,” ujarnya.
Sehingga, meminta majelis Hakum menjatuhkan pidana penjara kepada Donny Eriawan selama 12 tahun dan 6 bulan atau 12,5 tahun dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Donny Eriawan sebesar Rp600 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Serta, membebankan kepada terdakwa Donny Eriawan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp13.301.132.709,45.
Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti makan diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun,” lanjutnya.
Diketahui Donny Eriawan, merupakan rekanan pelaksana pembangunan jembatan pada tahun anggaran 2017 dan 2018. Dia disebut sebagai yang paling bertanggung jawab dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp11 miliar di tahun 2017 dan Rp2 miliar di tahun 2018.
JPU juga menyatakan terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Purbalingga Setiyadi, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair penuntut umum.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 7 tahun, dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” lanjutnya.
Selanjutnya menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa yang merupakan mantan Kepala DPUPR Kabupaten Purbalingga tahun 2018 sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
JPU menyatakan terdakwa konsultan pengawas pembangunan tahun 2017, Imam Subagyo, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair penuntut umum.
“Terdakwa juga dituntut pidana penjara kepada terdakwa Imam Subagyo, selama 6 tahun, dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujarnya.
Serta, menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan, kepada terdakwa. Selain itu juga menyatakan terdakwa rekanan konsultan pengawas tahun 2017 Zaini Makarim Supriyatno, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair penuntut umum.
Sehingga, majelis hakim diminta menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Zaini Makarim Supriyatno, selama 5 tahun dan 6 bulan atau 5,5 tahun, dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
JPU menyatakan terdakwa mantan Kepala DPUPR Kabupaten Purbalingga tahun 2018 Priyo Satmoko terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair penuntut umum. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Priyo Satmoko, selama 6 tahun, dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Juga menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sekadar diketahui, setelah sidang tuntutan, akan ada sidang pembelaan dari para terdakwa. Selanjutnya jika dibutuhkan akan ada sidang dengan agenda replik, duplik. Kemudian fase sidang terakhir adalah vonis dari majelis hakim.