Purwokerto, Serayunews.com
Slamet (46), salah satu terdakwa dalam kasus itu mendapatkan dukungan dari PPDI Banyumas. Slamet diketahui juga merupakan perangkat Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. PPDI Banyumas membuat surat terbuka pada Presiden Jokowi. PPDI Banyumas meminta agar Slamet dibebaskan. PPDI Banyumas menilai bahwa Slamet tak paham soal penanganan jenazah Covid-19.
Slamet dan dua terdakwa lainnya yakni Karno (47) dan Tio (35) awalnya divonis 2 bulan penjara di Pengadilan Negeri Purwokerto. Kemudian, pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, ketiganya divonis 6 bulan penjara. Kini, selain mengusahakan permaafan ke Presiden Jokowi, ketiganya sudah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Lalu atas kembali mencuatnya kasus pemakaman jenazah Covid-19, Tri Wuryaningsih mengemukakan pendapatnya. Triwur, begitu biasa disapa, adalah dosen FISIP Universitas Jenderal Soedirman sekaligus pelapor kasus penghalangan pemakaman jenazah Covid-19.
“Tidak ada orang yang ingin meninggal karena Covid-19, ini merupakan musibah pandemi yang bisa menimpa siapa saja. Begitu pula dengan pihak keluarga korban meninggal Covid-19, bisa dibayangkan perasaan mereka, di tengah rasa kehilangan, anggota keluarga mereka ditolak dimakamkan dengan aksi yang yang cukup keras,” kata Tri Wuryaningsih, Kamis (18/3).
Terlebih lagi, penolakan tersebut dilakukan oleh perangkat desa yang juga sekaligus menjadi ketua gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 di desanya. Alasan keterbatasan pemahaman ataupun pengetahuan seputar penanganan jenazah Covid-19, menurut Tri Wuryaningsih, tidak bisa dijadikan sebuah pembenaran untuk tindakan penolakan pemakaman.
Aksi penolakan pemakaman korban Covid-19 pada awal pandemi tersebut, menurut Tri Wuryaningsih, sangat bertentangan dari sisi manapun, baik agama maupun kemanusiaan.
“Seseorang jika sudah mendapatkan tugas apapun itu, maka ia harus mempelajari dan mendalami tugasnya. Seperti saya misalnya, selaku dosen, maka tidak ada alasan untuk tidak tahu tentang materi kuliah misalnya, harus aktif mencari informasi. Begitupun dengan tugas sebagai ketua gugus tugas, informasi tentang Covid-19 juga sangat banyak, bisa melalui media ataupun internet,” terang Tri Wuryaningsih.
Terkait upaya hukum yang sedang ditempuh oleh terdakwa, Tri Wur mengaku sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kasus penolakan pemakaman jenazah Covid-19 ini divonis oleh Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto pada tanggal 19 Agustus 2020 dan ketiga terdakwa dijatuhi hukuman penjara 2 bulan. Kemudian jaksa penuntut mengajukna banding pada tanggal 26 Agustus 2020. Dan putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) Semarang menjatuhkan hukuman yang lebih berat, yaitu 6 bulan penjara. Atas keputusan tersebut, terdakwa kemudian mengajukan kasasi ke MA pada tanggal 23 November 2020. Sampai saat ini belum ada putusan di tingkat kasasi.
Diketahui, kasus Slamet bermula pada tanggal 1 April 2020. Saat itu Slamet bersama dengan ratusan warga, menolak adanya pemakaman jenazah Covid-19, yang rencananya akan disemayamkam di Desa Pasiraman Lor. Penolakan tersebut dilakukan dengan cara memblokade jalan. Karena kasus itu, Slamet bersama dengan dua orang warga yakni Karno (47) dan Tio (35), ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Banyumas.