
SERAYUNEWS – Publik kembali dibuat geram setelah beredar video touring sejumlah pejabat Pemkab Banyumas. Bukan karena hobi bermotornya, tetapi karena dalam cuplikan tersebut tampak para istri pejabat berjoget layaknya sedang berpesta dalam rangkaian kegiatan touring itu.
Momen bersuka ria itu dinilai sangat kontras dengan kondisi masyarakat Banyumas yang kini sedang dilanda bencana di beberapa wilayah. Situasi tersebut membuat potongan video itu memicu kritik dan kekecewaan luas di media sosial.
Di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah, publik justru melihat para pejabat tampil seolah menghamburkan waktu dan biaya demi kesenangan pribadi. Hal inilah yang memantik kemarahan warganet.
Pendiri Yayasan Tribatha Banyumas, Nanang Sugiri SH, menilai kepercayaan publik terhadap pemerintahan terus terkikis, dan perilaku seperti ini berpotensi mempercepat penurunannya.
“Mereka mungkin berdalih bahwa touring itu tidak memakai APBD. Tetapi ruang publik tidak bekerja dengan logika audit semata. Persepsi adalah bagian dari akuntabilitas. Ketika seorang pejabat tampil hedonis, sesaat setelah mengumumkan efisiensi, kepercayaan publik yang dibangun bertahun-tahun dapat runtuh dalam hitungan menit,” katanya, Kamis (20/11/2025).
Menurut Nanang, di era keterbukaan informasi, pejabat publik tidak hanya dituntut bekerja benar, tetapi juga bertindak peka terhadap suasana sosial dan ekonomi masyarakat. Simbolisme memiliki bobot politik yang besar.
“Touring yang dipublikasikan ke masyarakat di tengah masa penghematan memunculkan gambaran yang kontras, pejabat tampak leluasa, sementara publik dibatasi. Kritik yang datang deras bukanlah sekadar suara warganet. Itu adalah ekspresi kegelisahan publik bahwa pejabat lupa esensi dasar jabatan yaitu kehadiran moral. Integritas tidak cukup ditunjukkan dalam laporan keuangan yang bersih, tetapi juga dalam sikap sederhana dan empatik,” katanya.
Nanang menegaskan, ketika pemerintah daerah meminta masyarakat berhemat, aksi touring pejabat justru menimbulkan pertanyaan: di mana empati pejabat terhadap kondisi fiskal masyarakat?
“Masalahnya bukan semata persoalan perjalanan pendek atau panjangnya touring tersebut. Publik tidak sedang menghitung liter bensin atau jenis motor yang digunakan. Yang menjadi sorotan adalah ketimpangan antara seruan penghematan dan gaya hidup pejabat yang dipertontonkan secara terbuka,” katanya.
Dalam situasi anggaran yang ketat, pemangkasan program sosial, hingga penundaan kegiatan masyarakat, aktivitas rekreatif pejabat dianggap sebagai ironi.
“Narasi efisiensi berubah menjadi paradoks ketika pejabat terlihat bersenang-senang, sementara warga diminta menahan diri,” ujarnya.
Nanang menyebut, video yang beredar itu menjadi pengingat penting bagi pejabat agar lebih berhati-hati dalam menampilkan gaya hidup, terutama ketika kondisi fiskal sedang sulit.
“Kesederhanaan bukan tuntutan berlebihan, ia adalah kewajiban etis. Dan dalam demokrasi yang sehat, publik berhak mengingatkan ketika pejabat gagal memberi contoh,” katanya.