Doa bersama ini adalah edisi kedua dari majelis dzikir yang digelar selapan (35 hari) sekali secara virtual. Terdapat 65 titik Majelis Dzikir Al Tsawab yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur sampai Nusa Tenggara Barat.
Satu di antaranya berada di Pondok Pesantren Syafiiyah Desa Bandungsari, Kecamatan Ngaringin, Grobogan. Belasan kiai, ustaz, dan santri berkumpul melingkar di sebuah ruang kelas. Mereka semua mengenakan masker dan tetap menjaga jarak.
Pengasuh Ponpes Syafiiyah, Kiai Ahmad Haris mengatakan sudah sekian bulan petani di Tanah Air mengalami keterpurukan terutama karena jatuhnya harga beberapa komoditas. Melihat situasi tersebut, seluruh kiai dan santri dalam Majelis Dzikir Al Tsawab memutuskan memberi dukungan spirit kepada petani.
“Semoga pertanian di seluruh pelosok negeri memeroleh berkah, terhindar dari hama, panennya bisa melimpah dan harga jual tidak anjlok,” ujar Kiai Ahmad Haris.
Selain puluhan santri, hadir di Ponpes Syafiiyah para petani yang ada di desa tersebut. Mereka juga khusuk melantunkan zikir dan doa.
“Di majelis ini para kiai dan santri memang sengaja hadir di tengah persoalan yang dialami masyarakat. Agar bukan hanya kesalehan ritual, tapi kami juga memeroleh kesalehan sosial,” tambahnya.
Sementara Kiai Muhammadun dari Ponpes Dirgantara Purbalingga, salah satu pendiri Majelis Dzikir Ats Tsawab menuturkan bahwa majelis tersebut berdiri sejak Agustus tahun ini. Namun, hingga saat ini sudah menyebar di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dan, sebagian sudah ada di Jawa Barat, Jawa Timur serta NTB.
“Di Jateng sudah ada sekitar 65 titik, dan 10 titik ada di Jatim, Jabar, dan NTB. Ke depan akan terus bertambah,” ungkapnya.
Majlis Dzikir Ats-Tsawab, paparnya, diharapkan jadi embrionya ikatan majlis dzikir se-Indonesia. Sebagaimana dikatakan kiai Ahmad Haris, Kiai Muhammadun juga mengatakan Majelis Dzikir Al Tsawab ini hadir untuk mendoakan dan memberi dukungan secara spiritual kepada masyarakat yang tengah mengalami problematika. Untuk edisi kali ini, para kiai dan santri merasa gelisah dengan kondisi dunia pertanian Tanah Air.
“Tujuannya adalah bersatu padu, saling jaga dan saling bantu membantu dalam hal hablum minallah dan hablum minannas. Shalih untuk diri sendiri dan mushlih untuk orang lain. Bersinergi dalam menjaga paham ahlussunnah wal jamaah. Syukur dapat meluas manfaat dalam hal pendidikan dan ekonomi,” tuturnya.
Jika pertanian bisa terurus dengan baik, lanjut Kiai Muhammadun, sangat terbuka kemungkinan untuk jadi salah satu pilar perekonomian bangsa. Dia juga mengungkapkan kebanggaannya atas capaian dunia pertanian di Jawa Tengah yang berhasil jadi eksportir hasil pertanian di Tanah Air.
Sementara itu, salah seorang petani Desa Bandungsari, Suyatman merasa bersyukur bahwa hasil panen kali ini sangat maksimal. Produksi jagung dapat terjual dengan harga Rp5.300 per kilogram. Hasil tersebut menurutnya tidak terlepas dari dukungan banyak pihak dari pemerintah yang mendukung sarapa prasarana sampai dukungan para kiai yang mensupport secara spiritual.
“Kali ini panen jagung, hasilnya bagus dan maksimal. Alhamdulillah pemerintah perhatian, karena pupuk mudah dan lancar. Hanya saja kami usul kalau bisa dibuatkan mesin sedot air untuk pengairan,” tandasnya.