SERAYUNEWS – Langkah inovatif datang dari pesisir Cilacap. Para dosen dan mahasiswa Universitas Al-Irsyad Cilacap (UNAIC) bersama Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) berkolaborasi mengubah limbah perikanan yang selama ini dianggap tak bernilai menjadi produk pangan bergizi dan bernilai ekonomi.
Lewat program Kuliah Kerja Nyata–Pemberdayaan Masyarakat (KKN–PPM), mereka berhasil menghadirkan model bisnis zero waste yang berpotensi menjadi percontohan nasional.
Program bertajuk “Pengembangan Model Bisnis Zero Waste: Hilirisasi Limbah Perikanan Menjadi Produk Pangan Fungsional untuk Ketahanan Pangan Lokal Desa Kutawaru” ini dilaksanakan di Desa Kutawaru, Kecamatan Cilacap Tengah.
Ide besar di baliknya sederhana namun berdampak luas: menjadikan sisa hasil laut seperti cangkang kepiting dan ikan bycatch sebagai bahan baku bernilai tambah.
Dua produk utama berhasil dikembangkan dari riset ini, yakni Kaldu Cangkang Kepiting dan Kerupuk Ikan Ures-Ures. Keduanya merupakan hasil penerapan teknologi tepat guna berbasis prinsip ekonomi sirkular.
Ketua pelaksana kegiatan, Imam Agus Faizal, S.Tr.A.K., M.Imun., dosen Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis UNAIC, mengungkapkan bahwa ide tersebut muncul dari keprihatinan terhadap banyaknya limbah hasil laut yang terbuang.
“Kami ingin menunjukkan bahwa limbah laut memiliki potensi besar untuk diolah menjadi produk bernilai gizi dan ekonomi. Prinsip kami sederhana: dari limbah jadi berkah,” ujarnya.
Dua dosen lainnya, Putri Maretyara Saptyani, M.Tr.Keb. dari UNAIC dan Riviani, S.Pi., M.Si. dari UNSOED, turut memimpin aspek gizi serta pengembangan inovasi produk berbasis hasil laut.
Tak hanya menjadi proyek dosen, kegiatan ini juga melibatkan 20 mahasiswa lintas program studi dari UNAIC, khususnya dari Prodi S1 Kebidanan dan Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis.
Mereka hidup di tengah masyarakat Kutawaru selama dua bulan penuh, membentuk tim kerja KKN–PPM yang solid dengan pembagian bidang produksi, edukasi kesehatan, promosi digital, hingga pendampingan UMKM.
“Kami tidak hanya belajar di kampus, tapi benar-benar hidup bersama masyarakat. Kami ikut produksi, mengajar anak TPQ, melakukan promosi digital UMKM, dan membantu ibu-ibu di Kampoeng Kepiting,” ungkap Isti Agrimatuz Zulfa, mahasiswa kebidanan yang menjadi Koordinator Umum kegiatan.
Program ini juga mendapat dukungan luas dari warga setempat, termasuk Warriyanto, Koordinator Kampoeng Kepiting Kutawaru, serta Nunung, penggerak UMKM Bunda Malutik Kutawaru (BUNTIKU).
Dukungan penuh turut datang dari Lurah Kutawaru, Edy Harjanto, S.Sos., yang melihat kegiatan ini sebagai langkah nyata membangun desa berbasis potensi laut.
Program pengabdian masyarakat ini memperoleh pendanaan Rp57.679.000 dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (KEMENDIKTISAINTEK).
Dana tersebut berasal dari Program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Batch II Tahun Anggaran 2025 dengan beberapa nomor kontrak resmi, termasuk 0589/C3/DT.05.00/2025.
Dosen sekaligus pembina kegiatan, Putri Maretyara Saptyani, menegaskan bahwa kegiatan ini tak hanya menyoal ekonomi, tetapi juga mendukung Program Makan Bergizi Gratis Nasional serta agenda Sustainable Development Goals (SDGs).
“Produk kami tidak hanya untuk ekonomi, tapi juga untuk gizi masyarakat. Kaldu cangkang kepiting misalnya, kaya kalsium dan aman untuk MPASI,” jelasnya.
Lewat program ini, masyarakat pesisir Kutawaru kini memiliki keterampilan baru dalam mengelola limbah perikanan, memasarkan produk secara digital, dan membangun kewirausahaan berkelanjutan.
Konsep Zero Waste Economy yang diusung UNAIC–UNSOED diharapkan menjadi model bagi desa lain yang ingin mengembangkan industri berbasis sumber daya lokal tanpa merusak lingkungan.
“Bersama masyarakat, kami ingin membangun ekosistem bisnis berkelanjutan yang berawal dari laut dan kembali untuk kesejahteraan desa,” tutur Imam Agus Faizal.
Tim UNAIC–UNSOED menargetkan program ini terus berlanjut hingga tahun 2027 dengan fokus pada hilirisasi produk, penguatan merek, serta ekspansi pasar ekspor untuk UMKM pesisir Cilacap.
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi hijau, Kutawaru kini bukan sekadar desa nelayan, tetapi juga simbol perubahan menuju ekonomi biru berkelanjutan.***