Cilacap, Serayunews.com
Ketua Komunitas Tjilatjap History Riyadh Ginanjar Widodo mengatakan, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengenalkan tempat sejarah di Cilacap khususnya di Kesugihan. Kasugihan l sendiri merupakan sebutan untuk Desa Kesugihan yang tercantum dalam beberapa prasasti.
“Kita dorong masyarakat untuk bisa mengenal dan kemudian ikut peduli melestarikan tempat bersejarah di Cilacap sebagai warisan budaya,” katanya kepada serayunews.com, Senin (10/1/2022).
Lebih lanjut Riyadh menjelaskan, Halte Gligir terletak di Desa Mertelu Kesugihan. Lokasinya berada di antara Stasiun Kasugihan dan Stasiun Karangkandri. Masyarakat sekitar biasa menyebut dengan nama singhis diambil dari kata signal huiz (artinya rumah sinyal) yang disingkat menjadi signhuiz, karena pengucapan lokal menjadi singhis.
Sebenarnya halte Gligir dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mempermudah perjalanan kereta api dari wilayah barat ke Pelabuhan Cilacap. Dengan adanya halte ini perjalanan Kereta api dari barat dapat langsung menuju ke pelabuhan Cilacap tanpa harus melewati Stasiun Kesugian untuk memindah posisi lokomotif seperti saat ini.
Sedangkan pada Pompa Air Pesanggrahan, kata Riyadh, dibangun pada tahun 1938 dan diresmikan pada tahun 1939 ini pembangunanya banyak melibatkan warga sekitar yang dijadikan sebagai tenaga kuli.
“Pembangunan Pompa Air ini merupakan teknologi baru di Hindia Belanda. Biasanya saluran irigasi menggunakan tenaga gravitasi, namun di sini menggunakan tenaga pompa listrik sebagai tenaga pendorong air,” ujarnya.
Pemerintah Hindia Belanda membangun dua buah pompa air di Banyumas yaitu lokasinya di Pesanggrahan, Kesugihan, dan di Gambarsari, Kebasen. Pompa Air Pesanggrahan akan mengairi Kesugihan dan sekitarnya untuk mengairi sawah 4010 hektar.
Sementara itu, nama Luitan sebenarya telah disebutkan dalam Prasasti Salingsingan yang bertahun 880 Masehi. Dalam prasasti Salingsingan dapat diketahui bahwa Desa Luitan termasuk ke dalam wilayah Mataram Kuno era Diah Balitung.
“Dalam situs Luitan terdapat sebuah lingga, sebuah prasasti dari perunggu, dan batu mirip arca yang sampai sekarang hilang. Juga, terdapat mata air dan juga aliran sungai kecil dan bebatuan ukuran besar. Dari Prasasti Luitan yang ditemukan ditemukan pada tahun 1976 di bawah pohon besar di kompleks situs tersebut berisi tentang berupa permasalahan perhitungan pajak yang tidak adil, namun telah diselesaikan dengan mengirim petugas pajak yang lain,” ujarnya.