SERAYUNEWS – Wacana menjadikan Kota Solo atau Surakarta sebagai Daerah Istimewa kembali mencuat ke permukaan.
Kali ini, dorongan datang dari Lembaga Dewan Adat (LDA) Kesultanan dan Kadipaten di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Mereka menilai, Solo memiliki nilai historis dan budaya yang tidak kalah penting dibanding Yogyakarta.
Dalam pernyataannya, LDA menegaskan pentingnya pengakuan terhadap Surakarta sebagai wilayah istimewa yang sejajar dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Apalagi, dalam catatan sejarah, Surakarta pernah menjadi pusat kekuasaan Mataram Islam dan memiliki peran besar dalam pembentukan identitas bangsa Indonesia.
Surakarta masih memiliki struktur kerajaan aktif hingga kini, yakni Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran.
Keduanya tetap menjalankan adat-istiadat serta budaya Jawa yang kaya, bahkan turut berperan aktif dalam pelestarian tradisi.
LDA menilai bahwa selama ini keberadaan Surakarta di bawah naungan administratif Provinsi Jawa Tengah membuat identitas dan keunikan wilayah ini seringkali terpinggirkan.
Padahal, secara sejarah dan budaya, Surakarta layak mendapat status keistimewaan.
Wacana ini sejatinya bukan hal baru. Sejak era reformasi, berbagai kalangan masyarakat di Solo sudah beberapa kali menyuarakan aspirasi serupa. Namun, kali ini gaungnya terasa lebih kuat dan mendapat atensi lebih serius dari pemerintah pusat.
Menanggapi hal ini, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyampaikan bahwa usulan dari LDA telah diterima oleh Istana. Saat ini, menurutnya, usulan tersebut masih dalam tahap kajian lebih lanjut.
Pemerintah, katanya, terbuka untuk berdialog dan memahami lebih dalam mengenai latar belakang usulan serta aspirasi masyarakat Solo. Meski begitu, pembentukan daerah istimewa tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ada sejumlah syarat dan pertimbangan, termasuk pengakuan terhadap nilai budaya serta kontribusi nasional yang harus dikaji secara menyeluruh.
Wacana ini pun menuai respons beragam. Sebagian pihak memberikan dukungan penuh karena menilai status daerah istimewa bisa mendorong pelestarian budaya dan mempercepat pembangunan berbasis kearifan lokal.
Namun, ada juga pihak yang khawatir bahwa langkah ini bisa menimbulkan keretakan dalam sistem pemerintahan daerah yang sudah berjalan. Perbedaan status administratif dinilai bisa menciptakan kecemburuan antara daerah.
Bagi LDA dan para pendukungnya, wacana ini bukan semata soal politik atau kekuasaan. Mereka menekankan bahwa ini adalah upaya menjaga jati diri bangsa.
Dengan status istimewa, Solo akan lebih leluasa mengelola aset budaya dan memperkuat pendidikan karakter berbasis budaya Jawa.***