SERAYUNEWS – Publik dikejutkan dengan kabar penonaktifan empat anggota DPR RI yang juga dikenal sebagai figur publik, yaitu Uya Kuya, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Patrio.
Keputusan yang diumumkan oleh partai politik mereka menimbulkan perdebatan besar, terutama soal apakah penonaktifan ini bersifat sementara atau permanen.
Istilah nonaktif sebenarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia yang mengatur DPR. Feri Amsari, akademisi dari Universitas Andalas, menegaskan bahwa Undang-Undang MD3 tidak memiliki pasal yang mengatur mekanisme penonaktifan anggota DPR.
Karena itu, keputusan partai untuk menyebut empat orang ini sebagai nonaktif hanya memiliki dasar politik, bukan hukum formal.
Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, juga menyampaikan hal serupa. Ia menilai status nonaktif tidak memiliki konsekuensi hukum.
Secara formal, keempat nama tersebut tetap sah sebagai anggota DPR. Artinya, kedudukan mereka di parlemen tidak berubah hanya karena pengumuman politik dari partai.
Meski dinonaktifkan secara politik, hak-hak mereka sebagai anggota DPR tetap berlaku penuh, termasuk gaji dan tunjangan.
Hal ini ditegaskan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI yang menyebutkan bahwa DPR tidak mengenal istilah nonaktif. Dengan demikian, secara administrasi mereka masih berstatus aktif.
Dengan kata lain, tidak ada dasar bagi DPR untuk menghentikan pembayaran gaji maupun hak-hak lainnya.
Pertanyaan berikutnya, apakah penonaktifan ini bersifat sementara? Dari perspektif hukum, jawabannya tidak.
Tidak ada istilah sementara maupun permanen, karena status nonaktif tidak diatur dalam regulasi, sehingga tidak memiliki ketentuan batas waktu.
Namun, dari sisi politik, status ini bisa dianggap sementara. Partai dapat kapan saja mengaktifkan kembali atau melanjutkan proses hingga pergantian antar waktu (PAW) jika diperlukan.
Meski tidak berdampak pada status hukum, penonaktifan ini dinilai sebagai langkah strategis partai untuk menjaga citra di hadapan publik.
Dengan menonaktifkan sementara, partai dapat menunjukkan sikap cepat dan tegas, tanpa harus melalui prosedur hukum yang panjang.
Namun, bagi masyarakat, keputusan ini bisa menimbulkan kebingungan. Banyak yang mengira mereka benar-benar sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil rakyat.
Faktanya, mereka masih memiliki hak legislasi, kewenangan dalam sidang, dan status penuh sebagai anggota DPR.
Berdasarkan penjelasan para pakar hukum dan pernyataan resmi DPR:
Dengan demikian, Uya Kuya, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Patrio secara hukum masih aktif sebagai anggota DPR.
Penonaktifan ini lebih tepat disebut sebagai sanksi politik internal ketimbang status hukum formal.