SERAYUNEWS– Sudah tahu belum, Museum Nasional Indonesia di Jakarta Pusat, yang terbakar pada Sabtu (16/9/2023) petang, kerap disebut Gedung Gajah atau Museum Gajah? Museum ini sudah sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Masyarakat menyebutnya dengan nama Gedung Gajah atau Museum Gajah.
Sebutan itu melekat, karena di halaman depan Museum Nasional Indonesia memang terdapat sebuah patung gajah berbahan perunggu. Ukurannya cukup besar. Patung gajah berdiri kokoh di halaman depan museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 12, Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.
Dalam keterangan di laman resmi Museum Nasional Indonesia, patung gajah perunggu tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn atau Rama V dari Thailand. Dia pernah berkunjung ke Museum Nasional Indonesia pada Tahun 1871 silam. Hadiah patung gajah itulah yang kemudian dipasang di halaman Museum Nasional Indonesia.
Hingga hari ini patung gajah itu tampak berdiri kokoh di depan museum. Selain populer dengan nama Gedung Gajah atau Museum Gajah, museum yang berada di seberang Monumen Nasional (Monas) itu juga kadang kala masyarakat sebut sebagai Gedung Arca. Ini karena di dalam gedung tersebut, memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.
Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah merupakan sebuah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang terletak di Jakarta Pusat. Ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Pendirian museum ini pada tanggal 24 April 1778 silam.
Kala itu, para akademisi di Hindia Belanda dan sejumlah pejabat Pemerintah Hindia Belanda bersama-sama membentuk sebuah perhimpunan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perhimpunan ini bertujuan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan melalui pengembangan museum.
Ketua perkumpulan yang bernama JCM Radermacher menyumbangkan sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar. Dia juga menyumbangkan koleksi buku dan benda-benda budaya yang menjadi dasar untuk pendirian museum.
Pada masa Pemerintahan Inggris antara tahun 1811-1816, Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit Nomor 3.
Gedung ini sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama “Societeit de Harmonie”). Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks Sekretariat Negara (Setneg) Republik Indonesia.
Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung. Gedung itu hingga kini masih ditempati sebagai Museum Nasional Indonesia. Gedung museum ini terbuka untuk umum pada tahun 1868.