Ungkapan tersebut disampaikan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen saat hendak menyerahkan wayang Parikesit kepada dalang muda Ki Sindhunata Gesit Widiharto di pagelaran Wayang Malam Jumat Kliwon, dalam rangka HUT ke-42 Teater Lingkar Semarang di auditorium RRI Semarang, Kamis (24/03/2022).
Orang nomor dua di Jawa Tengah itu mengatakan, Parikesit merupakan sosok raja yang lahir setelah perang Bharatayudha. Baginya, Perang antara Pandawa dan Kurawa itu merupakan gambaran kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak sangat besar bagi Indonesia.
“Parikesit adalah lambang. Ini pas ya, Parikesit ini adalah simbol dari raja yang lahir setelah ada peperangan Bharatayudha, yang diistilahkan sebagai perang yang kacau balau. Kemarin, kita setelah perang dengan Covid-19 sekarang muncul Parikesit. Dan Insyaallah ini lambang menunjukkan bahwa akan muncul kesejahteraan setelah pandemi Covid-19. Saya berikan ke mas Dalang,” kata Taj Yasin diikuti tepuk tangan penonton.
Dalam sambutannya, Taj Yasin menyebutkan bahwa kebudayaan nenek moyang harus dilestarikan oleh generasi muda. Menurutnya, upaya yang telah dilakukan oleh Teater Lingkar Semarang patut mendapatkan apresiasi. Sebab, dalam catatannya, Teater Lingkar sudah 28 tahun menggelar pertunjukkan Wayang Kulit di Kota Semarang.
Bukan hanya itu, wagub juga merasa senang dapat menyaksikan pertunjukkan Karawitan yang dilakukan oleh anak-anak. Baginya, hal itu merupakan upaya yang tidak mudah, karena mampu mengajak anak-anak mencintai kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia, di saat banyak warga negara lain juga turut mempelajarinya.
“Saya lihat, Karawitan yang diasuh Teater Lingkar yang sudah berusia 40 (tahun lebih), sudah menemukan bakat-bakat (anak) yang baru dilatih seminggu, dan sudah terlihat (bakatnya). Artinya ini adalah hadiah yang harus kita syukuri dari Tuhan, bawha budaya Jawa itu tidak habis. Budaya ini masih ada yang meneruskan,” tambahnya.
Untuk terus melestarikan kebudayaan nenek moyang, Taj Yasin menyebut perlu ada peran bersama dari seluruh elemen masyarakat. Menurutnya, upaya gotong royong harus selalu ditegakkan agar kesenian tradisi yang bernilai tinggi di mata dunia tidak pudar.
Dia mengingatkan bahwa presiden pertama Indonesia pernah menyerukan ungkapan “Bis Holobis Kuntul Baris”. Baginya, ungkapan tersebut sangat kental dengan ajakan bagi masyarakat untuk gotong royong.
“Ada tokoh besar di Indonesia yang pernah menggunakan ungkapan ini untuk mengusir penjajah, itu Bung Karno. Dulu waktu Indonesia masih terpisah-pisah, susah untuk melawan penjajah. Ketika Bung Karno menyebut Holobis Kuntul Baris, (masyarakat) sadar, sudah saatnya guyub rukun,” papar dia.
Lebih jauh, Taj Yasin berpesan kepada Teater Lingkar supaya menjadi kelompok yang dewasa. Menurutnya usia 42 tahun adalah usia matang dalam membawa diri dan sikap. Sehingga, dengan kematangan tersebut, Teater Lingkar makin mantap melangkah dan terus semangat melestarikan kesenian dan kebudayaan leluhur.