SERAYUNEWS– Masyarakat Desa Banjarwaru, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, memulai rangkaian tradisi tahunan Memetri Bumi dengan melaksanakan ziarah ke makam para pendiri desa, Jumat (27/6). Prosesi ini berlangsung khidmat dan penuh penghormatan, menjadi penanda dimulainya ritual adat dan refleksi spiritual menyambut tahun baru Islam sekaligus bulan Suro dalam penanggalan Jawa.
Dipimpin langsung oleh Kepala Desa Banjarwaru, Mugi Prihantono, rombongan yang terdiri dari perangkat desa, tokoh masyarakat, dan para sesepuh menyambangi empat situs makam leluhur yang memiliki nilai historis dan spiritual bagi warga.
Salah satu makam yang diziarahi adalah Eyang Banjarsari di wilayah Pesuruhan. Selain itu, masyarakat juga mengunjungi makam Eyang Tanjungsari, Eyang Naya Krama, dan Eyang Lurah Pertama Banjarwaru (Wangsa Thirta, Somayasa, Mbah Putu). Mereka merupakan tokoh-tokoh yang berjasa dalam perjuangan dan pemekaran Desa Banjarwaru.
Kegiatan ziarah ini bukan sekadar bentuk penghormatan simbolik, melainkan bagian penting dari upaya pelestarian nilai-nilai luhur yang diwariskan para pendahulu.
“Tujuan ziarah ini supaya orang Banjarwaru menjadi ingat sejarah dan perjuangan orang terdahulu supaya kita menjadi warga yang tahu diri, ingat terhadap jasa orang tua yang telah perjuangkan Banjarwaru sehingga menjadi desa yang seperti ini,” ungkap Kuat Santoso, sesepuh desa.
Tradisi Memetri Bumi di Banjarwaru sendiri berlangsung selama empat hari mulai Jumat hingga Senin (27-30/6/2025) dan mencerminkan kekayaan budaya lokal yang masih lestari.
Kepala Desa Banjarwaru melalui Sekdes Wahid Azis, menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan mencakup berbagai unsur spiritual dan budaya, seperti ritual penyembelihan kerbau, ritual Resik Punden Nyi Larik, hingga pertunjukan seni tradisional lengger dan ketoprak yang menjadi sarana ekspresi dan hiburan masyarakat.
“Sebagai puncaknya, digelar kirab tenong dan gunungan hasil bumi yang diarak dari rumah pasemuan keliling desa sampai ke Pendopo Desa, dilanjut dengan kepungan tenong. Acara ini ditutup dengan pagelaran wayang kulit,” ujarnya.
Melalui tradisi ini, masyarakat Banjarwaru tidak hanya menjaga keharmonisan dengan alam, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan nilai gotong royong yang telah menjadi warisan turun-temurun. Tradisi Memetri Bumi menjadi bukti bahwa kearifan lokal masih memiliki ruang penting dalam kehidupan masyarakat modern.
“Harapannya masyarakat bisa tahu sejarah budaya, akarnya Desa Banjarwaru bisa dimengerti secara luas, paling tidak oleh warga desa,” ujarnya.
Dengan merawat budaya dan menghormati leluhur, Banjarwaru menunjukkan bahwa pembangunan masa depan dapat berjalan selaras dengan pelestarian nilai-nilai sejarah dan spiritualitas. Sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya akar dalam menentukan arah perjalanan sebuah komunitas.