
SERAYUNEWS – Pemerintah melalui tim ahli kebencanaan resmi memperbarui Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2024.
Hasil pembaruan ini membawa fakta penting bagi masyarakat: jumlah zona megathrust yang diidentifikasi kini bertambah menjadi 14 titik.
Wilayah-wilayah ini membentang luas mulai dari ujung barat Sumatra, sepanjang selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga wilayah utara Sulawesi dan perbatasan Filipina.
Pembaruan data ini bukanlah sekadar angka, melainkan peringatan dini bagi seluruh elemen bangsa.
Mengingat posisi geografis Indonesia yang berada tepat di jalur Cincin Api Pasifik (Ring of Fire), aktivitas seismik adalah keniscayaan yang harus dihadapi dengan kesiapan mental maupun infrastruktur.
Secara teknis, zona megathrust merupakan area di mana lempeng tektonik bumi saling bertumbukan.
Proses subduksi atau penujaman lempeng ini menyimpan energi kinetik yang luar biasa besar dalam kurun waktu yang lama.
Ketika energi tersebut dilepaskan secara mendadak, terjadilah gempa bumi tektonik dengan magnitudo besar yang seringkali memicu gelombang tsunami.
Pakar kebencanaan menyebutkan bahwa pemetaan ulang ini dilakukan berdasarkan studi geologi terbaru dan data aktivitas kegempaan selama beberapa tahun terakhir.
Penambahan titik megathrust ini menunjukkan bahwa pemahaman kita terhadap ancaman di bawah permukaan bumi semakin mendalam, sekaligus menuntut kewaspadaan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Berikut adalah rincian 14 zona megathrust berdasarkan data terbaru, beserta potensi kekuatan gempa (magnitudo maksimum) yang mungkin ditimbulkan:
Aceh–Andaman: Berpotensi mencapai magnitudo 9,2.
Nias–Simeulue: Berpotensi mencapai magnitudo 8,7.
Batu: Berpotensi mencapai magnitudo 7,8.
Mentawai–Siberut & Mentawai–Pagai: Keduanya berpotensi hingga magnitudo 8,9.
Enggano: Berpotensi mencapai magnitudo 8,9.
Jawa (Seluruh Sisi): Mencakup zona utama dengan potensi 9,1.
Jawa Bagian Barat & Timur: Masing-masing memiliki potensi magnitudo 8,9.
Sumba: Berpotensi mencapai magnitudo 8,9.
Sulawesi Utara: Berpotensi mencapai magnitudo 8,5.
Palung Cotobato & Filipina (Selatan/Tengah): Memiliki rentang potensi magnitudo 8,1 hingga 8,3.
Data di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh pesisir selatan dan barat kepulauan besar di Indonesia memiliki profil risiko yang signifikan.
Munculnya data 14 zona megathrust ini tidak seharusnya memicu kepanikan massal yang melumpuhkan aktivitas. Sebaliknya, informasi ini harus dijadikan fondasi dalam memperkuat strategi mitigasi bencana.
Pakar mengingatkan bahwa “Gempa bumi tidak membunuh, namun bangunan yang tidak tahan gempa-lah yang membahayakan.”
Beberapa langkah kunci yang harus segera diperkuat meliputi:
Audit Bangunan: Memastikan gedung perkantoran dan rumah tinggal mengikuti standar struktur tahan gempa.
Sistem Peringatan Dini: Optimalisasi alat pendeteksi tsunami dan penyebaran informasi melalui saluran resmi BMKG secara cepat dan akurat.
Edukasi Masyarakat: Melakukan simulasi evakuasi secara rutin di sekolah, perkantoran, dan kawasan pemukiman pesisir.
Infrastruktur Jalur Evakuasi: Pemerintah daerah wajib memastikan jalur evakuasi jelas, mudah diakses, dan tidak terhambat oleh pembangunan liar.
Di tengah kecemasan mengenai gempa megathrust, seringkali muncul berita bohong atau hoaks yang memprediksi waktu kejadian gempa secara spesifik. Masyarakat diminta untuk tetap kritis.
Hingga saat ini, belum ada teknologi di dunia yang mampu memprediksi dengan tepat hari, jam, dan menit terjadinya gempa.
Oleh karena itu, rujukan utama informasi harus selalu berdasar pada lembaga otoritas seperti BMKG dan BNPB.
Pemahaman akan tanda-tanda alam, seperti air laut yang surut tiba-tiba setelah gempa kuat, tetap menjadi pengetahuan dasar yang menyelamatkan nyawa bagi masyarakat pesisir.
Demikian informasi tentang zona megathrust di Indonesia.***