SERAYUNEWS – Natal tidaklah jadi Natal tanpa suatu hadiah. Dan tiada hadiah yang lebih berharga daripada cinta.
Hadian cinta ini yang terjadi di malam Natal tanggal 24 Desember
pada tahun 1914.
Terjadi sebuah peristiwa bersejarah paling mengharukan saat Perang Dunia I.
Tentara Jerman yang sedang berperang melawan tentara Inggris, menghentikan perang dan merayakan Natal bersama.
Mereka saling bertukar hadiah, berfoto bersama bersama-sama menghias pohon natal di parit yang biasa dipakai berlindung saat saling tembak. Bahkan mereka jadikan ajang ini untuk bertanding sepakbola.
Peristiwa bersejarah ini yang kemudian dikenal dengan nama Gencatan Senjata Natal. Peristiwa tersebut menjadi sebuah keajaiban yang terjadi sepanjang Perang Dunia I.
Ada tokoh penting dibalik peristiwa ini, Seperti dikutip dari Britannica, tokoh penting yang meminta gencatan senjata dan terjadi perdamaian Perang Dunia I adalah Paus Benediktus XV.
Meski komandan kedua belah pihak tidak menyetujui penuh gencatan senjata, namun para prajurit mengambil inisiatif sendiri. Pada 23 Desember, tentara Jerman mulai menghias parit-parit mereka dan memajang pohon Natal.
Bahkan, mereka juga sama-sama menyanyikan lagu-lagu Natal yang membuat suasana menjadi lebih hangat dan bersahabat.
Seperti diketahui Perang Dunia I yang terjadi 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918 ini, melibatkan Blok-Blok negara yang terbagi mendi dua aliansi besar.
Aliansi pertama adalah Aliansi Sekutu atau lebih dikenal dengan Aliansi Entente yang beranggotakan Britania Raya (Inggris), Prancis, dan Rusia.
Kemudian Aliansi lainnya adalah Triple Alliacne atau Blok Tengah dengan anggota Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia sebagai anggotanya.
Peperangan antar mereka terhenti karena adanya Natal, peristiwa ini mengajarkan kita bahwa Natal seperti memasuki ruang liminal menuju kelahiran kembali. Istilah liminal berasal dari kata limen, yang berarti ‘ambang batas’ atau ‘ruang antara’.
Ruang liminal memberi kesempatan jeda, menghentikan perang. Ini hadiah natal terindah, obat bagi yang sakit, lilin bagi kegelapan, dan harapan bagi kebuntuan.*** (O Gozali)