SERAYUNEWS- Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan dukungannya terhadap wacana amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Dukungan tersebut menanggapi gagasan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, yang menilai perlunya pembaruan konstitusi agar lebih responsif terhadap dinamika zaman.
Bamsoet menegaskan, meskipun Indonesia telah mengalami empat kali perubahan UUD 1945 antara 1999–2002, reformasi yang berjalan selama lebih dari dua dekade belum sepenuhnya mampu menciptakan sistem ketatanegaraan yang kokoh dan berkelanjutan.
“Usulan amandemen kelima tidak muncul dari ruang kosong. Ini hasil evaluasi kritis atas praktik ketatanegaraan yang belum optimal,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya Senin (30/6/2025).
Menurut Bamsoet, kita melihat lemahnya sistem check and balance, dominasi oligarki politik, serta minimnya etika pejabat publik. “Itu bukti nyata bahwa desain institusional kita masih belum matang,” jelasnya.
Sebagai mantan Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20, Bamsoet mendukung penataan ulang sistem perwakilan rakyat.
Ia mengusulkan agar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dihapus dan diganti menjadi fraksi utusan daerah dalam DPR, sehingga kepentingan daerah lebih terdengar dalam pengambilan kebijakan nasional.
Selain itu, ia menilai MPR perlu diperkuat kembali melalui kehadiran fraksi utusan golongan sebagai representasi kelompok profesi, agama, adat, dan masyarakat sipil.
MPR juga perlu berperan strategis dalam menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai arah pembangunan jangka panjang.
Terkait sistem kepemimpinan, Bamsoet menyetujui usulan Prof. Jimly yang tetap mempertahankan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat.
Namun, ia mengusulkan agar wakil presiden dipilih oleh presiden terpilih dan kemudian disetujui oleh MPR. Menurutnya, skema ini dapat mencegah jebakan koalisi transaksional yang selama ini menghambat jalannya pemerintahan.
Untuk memperkuat integritas pemerintahan, Bamsoet mendorong pembentukan Mahkamah Etika Nasional sebagai lembaga pengadilan etik tertinggi.
Lembaga ini akan mengawasi hakim dan pejabat publik demi mencegah krisis moral dalam birokrasi dan penegakan hukum.
“Mahkamah Etika harus berjalan sejajar dengan rule of law. Kita perlu sistem yang mampu menegakkan rule of ethics secara kuat,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan agar kewenangan pengujian peraturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi diintegrasikan guna menghindari tumpang tindih.
Selain itu, pengawasan keuangan oleh BPK harus terpadu dengan sistem penindakan yang dipusatkan pada Kejaksaan Agung dan aparat penegak hukum lainnya.
Dalam aspek ekonomi, Bamsoet menekankan pentingnya memperkuat ideologi ekonomi Pancasila.
Ia mengusulkan perubahan istilah “asas kekeluargaan” dalam Pasal 33 menjadi “asas gotong-royong”, yang dinilai lebih sesuai dengan nilai khas bangsa.
Tak hanya itu, ia mengusulkan perluasan frasa “bumi dan air” menjadi “bumi, air dan udara” sebagai bentuk pengakuan terhadap pentingnya ruang udara dan kedaulatan digital di era modern.
Bamsoet menegaskan, usulan amandemen kelima ini murni untuk memperkuat kelembagaan dan penyempurnaan sistem demokrasi.
Ia menampik anggapan bahwa amandemen ini akan membuka peluang perpanjangan masa jabatan presiden atau pelemahan demokrasi.
“Konstitusi adalah dokumen hidup. Ia harus adaptif terhadap zaman tanpa kehilangan akar ideologis. Usulan ini bertujuan menjawab kebutuhan bangsa secara realistis,” pungkasnya.