SERAYUNEWS – Dalam dunia e-commerce, istilah “fake order” atau pesanan fiktif semakin dikenal luas. Lantas, apa itu fake order?
Praktik ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah transaksi, menaikkan rating toko, dan memberikan ulasan positif palsu agar toko terlihat lebih menarik bagi calon pembeli.
Oleh karena itu, redaksi akan menyajikan penjelasan mengenai fake order, lengkap dengan cara kerja dan bahayanya.
Jika Anda penasaran, simak artikel ini sampai akhir.
Fake order adalah transaksi yang tidak dilakukan secara nyata oleh pembeli yang benar-benar ingin membeli produk.
Biasanya, penjual yang ingin meningkatkan reputasi tokonya akan membuat pesanan sendiri atau meminta seseorang untuk melakukan pembelian palsu.
Pihak yang melakukan fake order sering disebut “fake buyer”. Mereka bisa berupa akun palsu atau individu yang sengaja dibiayai oleh penjual untuk melakukan pembelian yang tidak nyata.
Setelah transaksi selesai, fake buyer memberikan ulasan positif sehingga toko tampak lebih terpercaya.
Penjual membuat akun lain atau meminta seseorang untuk membeli produknya.
Setelah pesanan diproses dan pembayaran dikonfirmasi, transaksi tersebut dihitung sebagai penjualan sah di platform e-commerce.
Beberapa penjual memanfaatkan diskon besar, cashback, atau voucher gratis ongkir agar transaksi fiktif ini tidak merugikan secara finansial.
Barang yang dipesan bisa dikirim ke alamat palsu atau bahkan tidak dikirim sama sekali.
Dalam beberapa kasus, penjual hanya mengirim paket kosong untuk sekadar mendapatkan status pesanan selesai.
Setelah transaksi selesai, fake buyer akan memberikan rating tinggi dan ulasan positif untuk meningkatkan daya tarik toko bagi pembeli asli.
Meskipun tampak menguntungkan bagi penjual yang melakukannya, fake order memiliki berbagai dampak negatif, baik bagi pembeli, penjual lain, maupun platform e-commerce itu sendiri.
Pembeli asli bisa tertipu dengan ulasan dan rating palsu.
Mereka mungkin membeli produk berdasarkan testimoni yang sebenarnya tidak mencerminkan kualitas asli barang.
Penjual yang jujur akan dirugikan karena sulit bersaing dengan toko yang menggunakan fake order untuk menaikkan popularitas.
Jika praktik fake order terus berlanjut, pembeli akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem rating dan review di platform e-commerce.
Banyak marketplace besar seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada sudah memiliki sistem deteksi fake order.
Jika ketahuan, toko bisa dikenai penalti, mulai dari pemotongan insentif hingga penutupan akun.
Fake order adalah praktik yang tidak etis dan berisiko tinggi dalam dunia e-commerce.
Meskipun tampak menguntungkan dalam jangka pendek, dampak jangka panjangnya bisa merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu, pembeli harus lebih waspada dalam memilih toko, dan penjual sebaiknya fokus membangun reputasi dengan cara yang jujur dan berkelanjutan.
Platform e-commerce juga terus berupaya meningkatkan sistem deteksi dan penegakan aturan agar marketplace tetap terpercaya dan adil bagi semua pengguna.***