SERAYUNEWS – Pedagang pakaian di Pasar Wage Purwokerto mengeluhkan sepinya pembeli. Mereka makin terdesak oleh tren belanja online yang terus berkembang.
Salah satunya Priyo (52), pedagang pakaian yang sudah berjualan sejak 1993. Ia mengaku kondisi sekarang adalah yang terparah. “Kadang tiga hari enggak laku sama sekali. Paling sehari cuma dapat Rp20 ribu,” kata dia, Senin (9/6/2025).
Di lapaknya yang berada di Lantai 1 Blok A Pasar Wage, baju-baju tergantung rapi, namun tidak ada yang menyentuh. Ia menjual pakaian baru dan bekas, dengan harga mulai Rp15 ribu hingga Rp100 ribu per potong. Ia mendapatkan stok dari pemasok dan orang-orang yang datang langsung menawarkan barang. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, istrinya kini berjualan makanan secara daring dari rumah.
Lilis (50), pedagang lainnya, juga merasakan hal yang sama. Ia sudah puluhan tahun berjualan di pasar, mengikuti jejak orang tuanya sejak pasar masih berada di lokasi lama pada era 1970-an. Ia mengaku tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya, sistem jualan online terlalu sulit dipahami. “Saya nggak bisa jualan online. Nggak ngerti caranya. Umur juga sudah segini. Sekarang paling ada satu dua pembeli saja sehari. Sepi sekali,” ujar dia.
Selain pengaruh tren online, persoalan penataan pedagang juga menjadi perhatian. Yance, pedagang sejak 1980-an, menyebut banyak pedagang memilih berdagang di lorong pasar karena lebih mudah diakses pembeli. Akibatnya, bagian dalam pasar menjadi sepi.
“Harusnya pedagang yang di lorong masuk ke area dalam. Jadi pembeli mau masuk dan lihat-lihat dagangan. Tapi katanya kalau dipindah ke dalam, malah nggak laku,” katanya.
Beberapa pedagang kini mencoba bertahan dengan ikut bazar di luar pasar, seperti Sunday Morning di GOR Satria Purwokerto.