SERAYUNEWS – Apa itu nosey zone? Beberapa minggu terakhir, warganet Indonesia khususnya pengguna TikTok ramai memperbincangkan istilah “nosey zone” atau “nosey danger zone”.
Konten yang tersebar biasanya berisi peringatan keras agar tidak sembarangan memencet jerawat di area sekitar hidung karena diyakini bisa menimbulkan risiko fatal.
Video-video tersebut kerap dikemas dengan narasi dramatis sehingga cepat viral di linimasa.
Namun, apakah benar jerawat di hidung bisa berakibat mematikan? Untuk memahami fenomena ini, perlu ditelusuri asal-usul istilahnya serta fakta medis yang sebenarnya.
Lalu, mengapa istilah ini cepat populer di media sosial? Ada beberapa faktor. Konten yang menimbulkan ketakutan biasanya lebih mudah viral, apalagi bila dikemas dengan bahasa asing yang catchy seperti “nosey”.
Banyak pula kreator menambahkan contoh dramatis berupa wajah bengkak atau cerita pasien dirawat di rumah sakit sehingga audiens makin mudah terpancing.
Istilah “nosey zone” sebenarnya lahir dari salah kaprah penyebutan. Yang dimaksud oleh banyak kreator konten adalah danger triangle of the face atau segitiga berbahaya di wajah.
Dalam dunia medis, segitiga ini membentang dari jembatan hidung hingga kedua sudut mulut.
Area tersebut dianggap rawan karena pembuluh darah di wajah memiliki koneksi langsung ke sinus kavernosus, yaitu rongga di dasar otak yang berhubungan dengan vena besar.
Infeksi parah di area ini, meski jarang terjadi, bisa menyebar ke otak dan menimbulkan komplikasi serius seperti cavernous sinus thrombosis (CST), meningitis, hingga abses otak.
Jadi, meskipun istilah “nosey danger zone” tidak ada dalam literatur medis, konsep tentang segitiga berbahaya di wajah memang nyata adanya.
Klaim bahwa “sekali memencet jerawat di hidung bisa langsung meninggal” jelas berlebihan. Namun, risiko medis tetap ada, meski peluangnya sangat kecil.
Beberapa laporan medis internasional mencatat kasus CST akibat infeksi di area wajah, dengan bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab paling umum.
Pada masa lalu, CST sering berujung fatal. Tetapi di era modern, penggunaan antibiotik dosis tinggi dan terapi pendukung membuat angka kematian menurun drastis.
Meski demikian, komplikasi serius seperti penglihatan kabur, kelumpuhan wajah, hingga rawat inap darurat masih mungkin terjadi.
Dengan kata lain, jerawat di hidung umumnya bisa sembuh sendiri atau melalui perawatan kulit sederhana. Namun, bila luka terbuka terinfeksi, risikonya bisa berkembang menjadi masalah serius.
Ada dua alasan utama mengapa area hidung hingga mulut disebut berbahaya. Pertama, jalur pembuluh darah di wajah memungkinkan infeksi mengalir ke otak secara retrograde.
Kedua, aktivitas sederhana seperti memencet jerawat, mengorek hidung, atau mencabut bulu hidung bisa membuka luka mikro yang menjadi pintu masuk bakteri.
Apa yang Sebaiknya Dilakukan?
Alih-alih panik, sebaiknya pahami cara aman merawat kulit di area ini. Hindari memencet jerawat, terutama jenis jerawat dalam atau cystic acne yang keras dan nyeri.
Kompres hangat selama 10–15 menit, 2–3 kali sehari, dapat membantu mengurangi peradangan. Produk topikal seperti benzoyl peroxide atau asam salisilat juga bisa digunakan.
Selain itu, hindari mencabut bulu hidung. Jika diperlukan, cukup dipotong pendek agar tidak menimbulkan luka kecil di dalam hidung.
Jangan abaikan tanda bahaya seperti jerawat yang makin sakit, wajah membengkak, demam, atau penglihatan terganggu. Bila gejala ini muncul, segera periksakan diri ke IGD karena bisa menandakan infeksi serius.***