Cilacap, Serayunews.com
Bukan tanpa sebab, alasanya akibat banyaknya transportasi online yang semakin menjamur dan memanjakan para pelanggannya. Dari mulai harga yang terjangkau sampai dengan fleksibilitas dalam mengakomodasi penumpang.
Ayadi menceritakan, ditengah perkembangan teknologi yang membuat angkot semakin di tinggalkan penumpangnya, ia terus bertahan lantaran tidak ada pilihan lain guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Padahal profesi yang sudah digeluti selama lebih dari 20 tahun ini tidak tahu akan mengarah kemana.
“Sekarang sudah beda dengan dulu, semakin hari bukanya tambah tapi malah menurun. Baik penggunanya sehingga berakibat pada penghasilannya juga,” kata ayadi.
Kondisi yang sudah terpuruk, ditambah lagi pandemi Covid yang tak berujung, semakin memperparah nasib para sopir angkot seperti Ayadi ini. Warga Kelurahan Sidakaya tersebut menjelaskan, demi mempertahankan keberlangsungannya ia harus bersiasat dalam operasionalnya.
“Kita sopir ini harus bersiasat, misalnya harus ngetem lama sampai dapat penumpang. Kemudian terkadang tidak mengikuti rute trayek karena harus menuruti tujuan penumpang,” jelasnya.
Bahkan, kata dia, sering kali harus kerja bakti atau dalam artian menutupi kekurangan setoran ke pemilik mobil. Karena sistemnya dalam sehari akan diberi jatah 10 liter, maka si sopir harus mengembalikannya sepadan.
“Kami cukup bingung dengan situasi ini, karena tidak ada regulasi yang memisahkan angkutan legal dan ilegal. Minimal ada aturan yang memisahkan jam operasionalnya dan rute trayek kami jangan dilewati yang online,” ungkapnya.