Purbalingga, serayunews.com
Yustika Indah Pratiwi selaku sutradara film ‘Lanang’ tidak menyangka film tersebut akan menjadi juara. Menurutnya, karya dari peserta lain juga dinilai bagus. Namun demikian, dia juga sangat bersyukur atas apresiasi tersebut. Hal itu akan dijadikan motivasi untuk terus berkarya, melalui film untuk Banyumas Raya.
“Kaget, tidak menyangka film kami jadi terbaik, soalnya film-film lain juga bagus,” kata Yustika.
Film berjudul ‘Seperti Mimpi’ sutradara Erika Hartini produksi DN Film’s, SMK Darunnajah Banjarmangu, Banjarnegara keluar sebagai film dokumenter terbaik. Film ‘Nggolet Dewek’ produksi Hika Production SMK HKTI 2 Purworejo Klampok, Banjarnegara menyabet penghargaan khusus dewan juri fiksi.
Pada penghargaan film fiksi favorit penonton, diraih “Cap Jempol” sutradara Nabila Nur Fajrin produksi Brankas Film SMA Negeri 2 Purbalingga, sementara “Sineas Daerah” sutradara Salsa Nurlaini produksi Candradimuka Production SMK Negeri Gombong, Kebumen sebagai film dokumenter favorit penonton.
Erika Hartini merasa senang karena dua tahun berturut-turut terbaik dikategori dokumenter. “Membuat film di masa pandemi tentu menjadi kendala karena produksi banyak di dalam rumah sementara kami dari luar rumah subyek,” ujarnya.
Dewan juri fiksi yang terdiri dari Benny Benke (jurnalis), Ismail Basbeth (sutradara), dan Teguh Trianton (akademisi) menilai, hampir keenam nominasi kompetisi film fiksi seragam atau tipikal, meski bukan sesuatu yang mengecewakan. “Film terbaik dinilai karena pembuat film berani mengangkat ideom penari lengger laki-laki yang menstigmanya tidak mudah ditanggungkan,” ujar Benny Benke, watawan Suara Merdeka Biro Jakarta.
Sementara dewan juri dokumenter, yaitu Chairun Nissa (sutradara), Mohammad Akbar (jurnalis), dan Muhammad Taufiqurrohaman (akademisi) menganggap, pembuat film pelajar perlu memperkaya teknik bercerita dan meningkatkan kualitas riset. “Kami menilai, film dokumenter terbaik karena berhasil lepas dari jebakan narasi ‘kasihan-mengasihani’ dengan mengangkat kelebihan dan kekuatan subyek,” tutur Chairun Nissa.
FFP yang merupakan program tahunan CLC Purbalingga, tahun ini memberikan penghargaan Lintang Kemukus bagi seniman atau maestro seni tradisi kepada Ismail Marzuki, pelawak yang kini tinggal di Desa Selagaggeng, Kecamatan Mrebet Purbalingga.
Pada Lintang Kemukus modern dianugerahkan kepada almarhum Achmad Basirun, perupa kawakan aseli Purbalingga yang menorehkan karyanya lewat beragam media, selain kanvas, juga kertas, harbot, tembok, dengan cat minyak, air, pensil, arang, dan lainnya.
Malam penganugerahan FFP yang ke-15 itu digelar secara daring, sementara penyerahan penghargaan dilakukan dengan menghadirkan para sutradara kompetisi dan tamu undangan di Bioskop Misbar Purbalingga, Sabtu malam, 28 Agustus 2021.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah Mukhlis Husein, S.Ag memberikan apresiasi kepada pelajar dan Festival Film Purbalingga yang konsisten dalam menggelar festival. “Meski dimasa pandemi, namun tetap menunjukan eksistensinya,” kata dia.