SERAYUNEWS – Jumlah pemilih di Kabupaten Banyumas, antara perempuan dengan laki-laki hampir seimbang. Dalam hal mengawasi jalannya Pilkada mereka mempunyai hak yang sama. Sehingga Bawaslu Kabupaten Banyumas terus meningkatkan keterlibatan perempuan menghadapi Pilkada November mendatang.
Komisioner Bawaslu, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas, Rani Zuhriyah, menyampaikan pada acara Sosialisasi Pengawas Partisipatif kepada kelompok organisasi kaum perempuan se-Kabupaten Banyumas, mengundang 14 organisasi perempuan. Mereka diajak untuk terlibat dalam pengawasan setiap tahapan Pilkada Banyumas.
“Kelompok perempuan atau organisasi perempuan di Kabupaten Banyumas, kita jadikan sebagai pengawas partisipatif, kita harapkan bisa komitmen untuk melaksanakan apa yang sudah jadi kesepakatan bersama,” kata Rani, usai acara Rabu (21/08/2024).
Dalam paparannya, setidaknya ada tujuh poin yang ditekankan, untuk menjadi fokus pengawasan. Satu di antaranya adalah mengenai potensi pelanggaran paling besar yakni money politik atau politik uang.
Rani menjelaskan, satu diantara alasan menyasar kelompok organisasi perempuan, karena hak berpolitik, perempuan sama. Jumlah pemilih di Banyumas antara perempuan dan laki-laki seimbang. Sedangkan sasaran money politik sangat berpotensi kepada kaum perempuan.
“Justru itu, salah satu alasan kenapa Bawaslu mengambil sasaran sosialisasi adalah perempuan salah satunya itu (perempuan jadi sasaran money politik, red). Satu point yang mereka tidak sepakati adalah money politik, mereka menganggap sesuatu yang sulit untuk pengawasan dan penindakan pelanggaran tersebut,” katanya.
Namun demikian, Rani menekankan bahwa setidaknya muncul kesadaran dari pribadi masing-masing, akan ketidakbenaran adanya ‘budaya’ money politik. Berangkat dari diri sendiri yang diharapkan akan bisa menularkan kepada lingkungan lebih luas.
Pengamat perlindungan perempuan dan anak sekaligus sosiolog dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr Tri Wuryaningsih menyampaikan, ketika pengawasan dan penindakan money politik menjadi suatu hal yang susah. Maka perlu memberikan pemahaman dari perspektif yang berbeda.
“Ketika money politik itu satu hal yang susah, apalagi ketika dihadapkan pada pasal-pasal Pemilu atau Pilkada, bahasa hukumnya di situ harus terpenuhi semua unsurnya. Maka dalam pencegahan perlu diberikan pemahaman melalui perspektif lain, yakni bisa perspektif kultural dan agama. Bahwa jika kamu menerima uang itu tidak berkah, dan kamu menyengsarakan dirimu sendiri, menggadaikan nasib daerahmu lima tahun ke depan, hanya karena uang Rp50 ribu, Rp100 ribu, nah itu perlu pendekatan agama dan pendekatan kultural,” kata dia.