Purwokerto, serayunews.com
Wagiyah menceritakan, awal mula kasus pemerasan yang dialaminya. Sekitar Januari 2021, dirinya mendapat surat dari LSM GN-PK wilayah Barlingmascakep dengan meminta agar Ia menyerahkan sejumlah data terkait anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) selama beberapa periode.
“Awalnya saya tidak mau menyerahkannya, karena semuanya sudah sesuai ketika ada audit dari pihak inspektorat,” ujar dia, Rabu (28/4) di Kantor DPC Peradi Purwokerto.
Namun, setelah adanya ancaman, dia pun merasa takut hingga akhirnya menyerahkan data terkait APBDes desanya. Meskinpun dia tahu siapa saja pihak yang berhak mengecek data APBDes tersebut.
“Karena saya takut, sempat diancam akan dibinasakan. Ada omongan, kalau kepala desa ini tidak mau dibina ya dibinasakan saja. Jadi kalau dipinjam empat jam tidak boleh, akan ada yang mengambil besoknya dari kejaksaan, kan saya takut,” kata dia.
Setelah menyerahkan data tersebut, kemudian Wagiyah dimintai sejumlah uang, hingga akhirnya ia menyerahkan uang dengan total Rp 65 juta.
“Saya menyerahkannya cash, dua kali, satu Rp 20 juta kemudian keduanya Rp 45 juta. Saya serahkan ke mantan kades (Sibrama), katanya sebagai perantara,” ujarnya.