Bek Manchester City Pindah Kewarganegaraan dan Aturan FIFA yang Makin LonggarAymeric Laporte memutuskan pindah kewarganegaraan. Bek Manchester City itu pindah kewarganegaraan dari Prancis menjadi Spanyol. Hal itu dilakukan diduga karena dia tak kunjung dipakai Timnas Prancis. Dengan pindah ke Spanyol, dia berharap bisa bermain di Timnas Spanyol.
Beberapa pihak di Prancis tentu mengkritik keras keputusan Laporte. Salah satu yang disorot adalah rasa cinta negara Laporte. Laporte dituding tak cinta Prancis. Laporte pindah kewarganegaraan hanya karena agar bisa main di level timnas. Jika bermain di level timnas, maka ada kesempatan bermain di Piala Eropa atau Piala Dunia.
Laporte bukan pesepak bola pertama yang pindah kewarganegaraan agar bisa bermain di timnas senior. Sudah banyak yang memutuskan pindah kewarganegaraan agar bisa main di timnas. Ada juga yang memanfaatkan kebijakan dua kewarganegaraan untuk bisa main di timnas lain.
Siapa saja mereka yang pindah timnas? Wah banyak sekali. Ada Diego Costa yang pindah dari Brasil ke Spanyol. Ada Wilfried Zaha yang akhirnya memilih membela Pantai Gading daripada Inggris.
Ada Munir El Haddadi yang membela Maroko setelah sebelumnya membela Spanyol. Dulu ada legenda Real Madrid Alfredo Di Stefano yang pindah dari Argentina ke Kolombia kemudian ke Spanyol.
Potensi pemain berpindah timnas memang memungkinkan. Tapi dengan syarat tertentu. Misalnya hanya bermain maksimal untuk timnas terdahulu tiga kali di level senior ketika berusia di bawah 21 tahun. Kemudian tak pernah bermain untuk ajang dunia atau benua. Karena aturan itu, Munir El Haddadi bisa pindah dari membela Spanyol ke membela Maroko.
Fenomena pindah negara atau timnas ini kemudian memunculkan cap oportunis. Mereka yang pindah kewarganegaraan agar punya kesempatan bermain di level timnas dicap sebagai orang oportunis yang nasionalismenya dipertanyakan.
Mereka dicap rela menanggalkan kewarganegaraan karena hasrat pribadi. Bahkan, mereka dicap lebih mementingkan kariernya daripada nasionalismenya.
Tapi di sisi lain, ada juga yang tak mempersoalkannya. Sebab, itu adalah pilihan individu dengan segala konsekuensinya. Hak setiap orang untuk berubah kewarganegaraan.
Tapi kalau menurut saya, selain keputusan si pemain, otoritas sepak bola dunia yakni FIFA juga berperan. Untuk urusan pindah timnas ini, aturan FIFA sering berubah dan cenderung longgar.
Dulu aturannya adalah siapapun yang pernah membela timnas tertentu di level junior atau senior, maka tak boleh membela timnas lain. Aturan itu dilonggarkan menjadi, jika hanya membela timnas tertentu pada ajang kelompok umur atau junior, boleh pindah ke timnas lain di level senior.
Aturannya kemudian berubah lagi. Jika pernah membela timnas tertentu di level senior tapi hanya laga uji coba, maka boleh pindah ke timnas lain. Kemudian berubah lagi, seperti saat ini. Sekalipun pernah main di ajang resmi pada negara tertentu, asalkan saat main di bawah usia 21 tahun, maksimal tiga kali, dan bukan ajang dunia atau benua, maka bisa pindah timnas.
Entah apakah ke depan aturan akan makin diperlonggar oleh FIFA? Yang pasti bukan hanya niat si pemain saja, tapi memang FIFA “memfasilitasi” dengan gonta-ganti aturan.