SERAYUNEWS– Banyak orang mengira bekicot dan kraca adalah hewan yang sama. Padahal, meski bentuknya mirip, keduanya memiliki status kehalalan yang sangat berbeda menurut hukum Islam.
Melalui unggahan edukatif di media sosial, Halal Center LPPM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) bersama In Saintek Semesta memberikan penjelasan menarik tentang perbedaan dua hewan ini agar masyarakat lebih paham dan berhati-hati dalam konsumsi.
Bekicot dikenal sebagai hewan bertubuh lunak. Kepalanya menyatu dengan kaki dan perut, serta memiliki dua tentakel di bagian kepala.
Hewan ini sering dijumpai di area lembap, kebun, atau pekarangan rumah, terutama setelah hujan.
Namun, di balik penampilannya yang tampak jinak, bekicot ternyata tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam.
Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 25 Tahun 2012, bekicot termasuk hewan yang haram dimakan. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa:
– Bekicot tergolong hewan menjijikkan (khabaits).
– Tidak memenuhi syarat sebagai hewan halal.
– Tidak dianjurkan untuk dibudidayakan sebagai bahan pangan.
Meski begitu, bekicot memiliki nilai ekonomi di sektor lain. Hewan ini sering digunakan sebagai bahan dasar kosmetik, obat tradisional, hingga produk perawatan kulit karena lendirnya dipercaya mengandung zat kolagen yang baik untuk regenerasi kulit.
Berbeda dengan bekicot, kraca atau keong sawah merupakan jenis siput air tawar yang banyak hidup di persawahan.
Hewan ini memiliki cangkang berwarna hijau tua hingga kehitaman dan bentuknya menyerupai keong mas.
Menurut penjelasan Halal Center Unsoed, kraca dinyatakan halal untuk dikonsumsi. Hal ini juga sejalan dengan pandangan MUI, yang menyebutkan bahwa:
– Tidak ada dalil atau nash yang secara tegas mengharamkan kraca.
– Hewan air diperbolehkan untuk dimakan selama tidak beracun dan tidak menjijikkan.
– Kraca tidak termasuk hewan yang dilarang dalam syariat Islam.
Kraca bahkan menjadi menu khas masyarakat pedesaan di Indonesia. Banyak dijumpai di pasar tradisional, kraca biasanya diolah menjadi lauk rumahan yang lezat, seperti kraca rebus berbumbu pedas atau dimasak dengan santan saat musim tanam padi.
Halal Center Unsoed menekankan pentingnya edukasi halal sebagai bentuk kesadaran konsumen dalam menjaga kehalalan pangan sehari-hari.
Menurut lembaga tersebut, pemahaman tentang halal tidak hanya terkait dengan agama, tetapi juga berhubungan erat dengan kesehatan, kebersihan, dan keberkahan hidup.
Pengetahuan halal membantu masyarakat lebih selektif dalam memilih bahan makanan. Jadi, apa yang kita konsumsi harus jelas asal-usul dan status hukumnya?
Meski mirip, bekicot dan kraca punya fungsi yang berbeda dalam kehidupan manusia:
– Bekicot lebih sering dimanfaatkan untuk kosmetik dan obat tradisional, bukan bahan pangan.
– Kraca justru menjadi makanan khas pedesaan, mudah ditemukan di pasar tradisional, dan populer saat musim hujan.
Meski sama-sama tergolong siput, bekicot dan kraca punya hukum yang berbeda dalam Islam.
Bekicot: haram dikonsumsi, sebaiknya tidak dijadikan bahan pangan.
Kraca: halal dan aman dimakan, selama diolah dengan cara yang bersih dan sesuai syariat.
Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memilih makanan. Sebab, pengetahuan halal bukan sekadar aturan, tetapi juga wujud kepedulian terhadap kesehatan dan keberkahan dalam setiap suapan.