Purbalingga, serayunews.com
“Kesenian wayang potehi kembali pentas di sini. Terakhir pementasan sebelum pandemi terjadi. Ini menjadi bagian upaya melestarikan kebudayaan tradisional. Sekaligus bernostalgia,” kata pengurus Klenteng Ho Tek Bio Purbalingga, Andrian Ming kepada serayunews.com, di sela-sela menyaksikan pementasan Sabtu (25/2/2023).
Menurutnya generasi muda banyak yang tidak paham tentang kesenian yang sudah berumur sekitar 3000 tahun itu . Dia menjelaskan wayang potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain.
“Dulu memang berasal dari Tiongkok selatan. Namun masuk ke nusantara oleh perantau etnis Tionghoa. Tak heran apabila wayang ini menjadi bagian dari kesenian tradisional di Indonesia,” ungkapnya.
Baca juga: [insert page=’sebanyak-600-porsi-lontong-disiapkan-di-perayaan-cap-go-meh-klenteng-hoe-tek-bio-purbalingga-ini-jadwalnya’ display=’link’ inline]
Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dapat hukuman mati. Empat orang langsung bersedih, tetapi orang kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih baik menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel seperti panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar juga oleh raja yang akhirnya memberi pengampunan.
“Perkiraannya jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song (960-1279)” terangnya.
Pentas wayang potehi di klenteng Ho Tek Bio Purbalingga sejak Kamis (23/2/2023) dan akan berlangsung selama sembilan hari. Dia menyampaikan grup wayang potehi yang bermain berasal dari Gudo, Jombang Jatim. “Mementaskan lakon Sie Djien Koe,” tuturnya.
Dalang wayang potehi, Keke, usai pementasan mengatakan lakon Sie Dijie Kwie bercerita tentang legenda kepahlawanan dari Tiongkok. Dia mengatakan, untuk memainkan wayang potehi ini membutuhkan 5 pemain, 2 pemain berperan sebagai dalang dan 3 pemain sebagai pengiring musiknya.
“Untuk alatnya ada tambur, musik gesek, simbah, dan lain-lain,” jelasnya.
Warga Tionghoa Purbalingga, Kris Hartoyo (60) mengatakan dirinya merasa senang bisa menyaksikan pentas tersebut. Menurutnya sudah lama tak ada pentas wayang potehi di Purbalingga.
“Terakhir tahun 2020. Bahkan sebelum itu sudah 30 tahun tak ada pementasan,” ujarnya.