SERAYUNEWS – Ferry Septha Indrianto baru-baru ini memberikan pandangannya yang berkaitan dengan beragam risiko yang saat ini dihadapi dalam dunia industri.
Hal tersebut juga berurusan dengan maraknya penutupan sejumlah industri tekstil di tanah air. Menurut Ketua Kadin Solo itu, aglomerasi adalah solusi untuk meminimalisir munculnya risiko-risiko tersebut.
Bahkan, dia pun yakin bahwa aglomerasi mampu membawa sebuah kebangkitan ekonomi baru.
Menurut dia, dengan adanya aglomerasi, pemerataan pertumbuhan ekonomi juga bakal semakin luas.
Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejatinya harus berlangsung secara inklusif. Dalam artian, ini melibatkan sumber daya lokal sebagai pemain utamanya.
“Kita harus memastikan bahwa proses pertumbuhan ekonomi harus secara inklusif, lokal, sumber daya kita harus bermain sebagai peran utama,” kata Ferry baru-baru ini.
Terkait dengan penutupan industri tekstil tersebut, Ferry pun menyebutkan bahwa situasi ini sebenarnya juga merupakan dampak dari geopolitik dunia hingga banyaknya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia dengan harga yang bersaing.
Ferry kemudian menjelaskan bahwa aglomerasi juga mampu untuk meningkatkan daya saing produk-produk lokal.
Sehingga, ia pun beharap akan adanya mutual understanding dari berbagai daerah untuk mengimplementasikan aglomerasi ini.
“Kalau tentang kabar adanya industri yang tutup, memang ini dampaknya dari sudut pandang yang cukup besar, dari geopolitik dunia dan dampak dari lainnya. Bayangkan, banyak barang dari luar masuk ke Indonesia semurah itu karena mereka mampu menciptakan daya saing,” ujar Ferry.
“Maka, mutual understanding, kesamaan visi ini sangat penting, pencerahan secara luas,” tambahnya.
Dosen FBS UNS Surakarta, Malik Cahyadin, Ph.D juga menguatkan konsep aglomerasi Solo Raya yang digaungkan oleh Ferry.
Baginya, hal tersebut bukan berarti akan ada persaingan antar daerah. Namun, ini merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan ekonomi daerah secara bersama.
Sehingga, konsep aglomerasi ini harapannya mampu meminimalisir berbagai risiko industri dan pada akhirnya bisa menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan untuk Solo serta enam wilayah penyangganya.
“Bukan lagi saing-saingan, melainkan menaikkan skalanya, sehingga nanti akan dapat porsi yang proporsional,” kata Malik.
“Ketika aglomerasi dibuat, ini sebenarnya ibarat skala bisnis itu naik satu naik bareng. Jadi, kalau Solo itu ibaratnya kelasnya sudah naik besar, maka enam daerah lain (Solo Raya) juga akan naik skalanya,” tambahnya.***