Ini adalah salah satu kisah yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto alias di masa Orde Baru. Kala itu, pada pertengahan dekade 1970-an, Presiden Soeharto melakukan kunjungan ke Cilacap, tepatnya ke salah satu SD.
Tentunya SD yang dikunjungi adalah SD Inpres yang dibangun atas subsidi pemerintah. Saat itu, Presiden Soeharto melihat ketidakberesan pembangunan sekolah tersebut. Presiden kedua Republik Indonesia itu pun menendang dinding sekolah tersebut dengan sepatunya.
Ternyata, setelah ditendang oleh Presiden Soeharto, dinding sekolah itu ambruk. Tentu saja, fakta ini membuat Presiden Soeharto berang. “Siapa anemer (pemborong) bangunan ini?” tanyanya sambil sekali lagi menendang dinding yang sudah keropos.
Atas fakta itu Presiden Soeharto meminta pihak pemborong bertanggung jawab atas bangunan SD tersebut. Hanya saja, tak disebutkan kisah itu terjadi di SD mana.
Di masa Orde Baru memang ada pembangunan gedung SD secara massif. Pembangunan bisa dilaksanakan dengan massif karena Indonesia mendapatkan dana hasil penjualan minyak bumi yang harganya naik sampai 300 persen.
Di masa itu sebutan SD yang dibantu pemerintah itu dikenal dengan nama SD Inpres. Pembangunan gedung SD paling massif terjadi pada periode 1982-1983 yakni adanya 22.600 gedung SD baru dibuat. Hingga periode 1993-1994, hampir 150 ribu unit SD Inpres telah dibangun.
Pada tahun 1984, program SD Inpres di masa Presiden Soeharto diganjar penghargaan Avicienna Award dari UNESCO.
Nobel
Jauh setelah Presiden Soeharto lengser, tiga ekonom dari Amerika mendapatkan hadiah nobel di bidang ekonomi pada 2019. Mereka adalah Abhijit Banerjee, istrinya Esther Duflo, dan Michael Kremer. Khusus untuk Esther Duflo, dia ternyata melakukan penelitian tentang SD Inpres di Indonesia.
Dari hasil penelitian Duflo terjelaskan bahwa pembangunan SD Inpres yang massif pada tahun 1970-an telah berdampak pada peningkatan ekonomi. Kebijakan Orde Baru pun jadi bahan penelitian yang membuat orang Amerika Serikat mendapatkan nobel bidang ekonomi.
Referensi:
Harian Pelita 15 Februari 2013
https://www.newyorker.com/magazine/2010/05/17/the-poverty-lab