SERAYUNEWS – Dalam rangkaian kegiatan Jagat Lengger Festival (JLF) 2024, ada acara Ziarah Dariah. Dariah adalah maestro lengger lanang. Dalam kesempatan itu turut hadir pada kesempatan itu, maestro tari Indonesia, Didik Nini Thowok. Datang ke makam Dariah, membawa pikiran Didik Nini Thowok kembali ke belakang.
Dia mengingat bagaimana awal pertemuan, kesempatan bersama tampil satu panggung, sampai hal-hal lucu dan aneh yang mereka alami. Meski hanya beberapa kali bertemu, ternyata antara Didik Nini Thowok dan Dariah memiliki kedekatan spiritual.
Didik Nini Thowok yang memiliki nama asli Didik Hadiprayitno berkisah. Pertemuan pertama kali dengan Dariah, terjadi pada tahun 2010 silam. Saat itu, dia hendak melakukan pertunjukan tari yang mengangkat tradisi cross gender Indonesia, di Yale University Amerika.
Pada pertunjukan di Amerika itu, Didik rencananya akan menampilkan tiga tarian. Satu di antaranya adalah tari Lengger Banyumasan.
“Jadi saya menarikan cross gender di istana, kemudian cross gender yang ada di masyarakat, itu saya menampilkan lengger. Kaena saya membaca Serat Centhini, tentang cebolang yang jadi ronggeng, lalu yang satunya adalah kreasi saya sendiri,” kata Didik, Rabu (26/6/2024).
Tarian Lengger membutuhkan iringan musik gending Banyumasan. Sehingga dia bersama Darno (rekannya), meminta Sukendar, pelaku seni Calung Banyumas dan istrinya yang merupakan sinden di studio rekaman Lokananta Surakarta.
“Setelah membuat rekaman, mas Darno bilang kalau ada waktu (berkunjung) ke mbok Dariah, itu di tahun 2010. Awalnya belum paham siapa mbok Dariah, kalau lengger tahu, terus mas Darno mengingatkan, mbok Dariah itu lengger lanang, sekarang masih eksis,” ujarnya.
Tak berselang lama, setelah mendapat pesan Mas Darno, akhirnya Didik menginjakkan kakinya di tanah Banyumas. Langkahnya menuju Desa Plana, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas. Tempat di mana Dariah tinggal dan berasal.
Pertemuan perdana ini, Didi mengaku merasa banyak kejadian aneh. Bagaimana tidak, pertemuan itu merupakan pertemuan pertama mereka. Namun, apa yang dirasakan Didik, dia seolah sudah mengenal lama. Begitu pun respons atau sambutan dari Dariah. Jadi seolah, pertemuan pertama itu seperti pertemuan keduanya, setelah lama terpisah.
“Waktu saya datang rasanya itu kita seperti sudah seperti akrab sekali, padahal baru ketemu. Terus ditanya sama istrinya pak kendar ‘Kok kayak wez kenal’, terus ‘ya kenal, wong mau mbengi wes teka, nyong ngimpi’. Jadi kata beliau (mbok Dariah) itu semalam mimpi tentang saya, jadi lihat muka saya itu tidak asing, lalu gemes, jadi pipi saya di cubit-cubit gitu, terus dia ngobrol-ngobrol lucu-lucu sampai kita ngakak sekali,” ujarnya.
Setelah pertemuan itu, pagi harinya, tepat satu Suro, Didik, mendapatkan undangan dari Padepokan Payung Agung di Cilacap untuk tampil. Ia pun berinisiatif untuk mengajak mbok Dariah menari bersama dalam kegiatan tersebut. Kebetulan Dariah berkenan untuk ikut tampil sekalian.
“Jadi saya menari bersama-sama mbok Dariah dan beberapa lengger juga, ya sambil bercanda gitu. Saya dengan beliau tidak kenal, kenal sekali terus tampil, isinya cuma guyon di panggung,” kenangnya.
Kedua penari cross gender ini pun kembali dipertemukan untuk kali kedua. Mereka bertemu pada sebuah acara lengger di Desa Kaliori, Kecamatan Banyumas pada tahun 2016. Acara yang diinisiasi oleh penari lengger Banyumasan, Rianto. Didik Nini Thowok kala itu telah menyiapkan sebuah hadiah untuk mbok Dariah, berupa gulungan sanggul.
“Pertemuan kedua itu di Kaliori acaranya Rianto, itu kan mbok Dariah tampil, di situ memang saya sengaja menyiapkan oleh-oleh untuk mbok Dariah. Satu gulungan sanggul beserta perhiasannya lengkap, terus mbok Dariah komen karena lihat perhiasan itu “kemelop” katanya, kemelop itu artinya kemilau, berkilau, nah gitu-gitu lucu-lucu pokoknya,” kata Didik.
Didik menambahkan, menurut cerita dari cucu mbok Dariah, gulungan sanggul lengkap dengan perhiasannya itu kerap dibawanya ketika tidur.
“Buat saya itu suatu ikatan emosional dan ikatan batin yang kuat buat saya dengan beliau almarhum. Saya memberikan hadiah itu supaya beliau senang. Sekarang gulungannya dipajang di rumah lengger Banyumas,” jelasnya.
Pertemuan ketiganya dengan mbok Dariah terjadi saat menerima penghargaan dari Keraton Mangkunegaran di Surakarta. Saat itu terdapat enam maestro mendapatkan penghargaan sebagai pelestari budaya dari KGPAA Mangkunegara IX di Pendapa Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah.
“Akhirnya ketemu lagi pada waktu kita bareng-bareng menerima penghargaan dari Mangkunegaran IX, di Surakarta, 2017. Itu ada 6 seniman dari Bali, Jakarta, Solo, Sulawesi, terus ada mbok Dariah, terus saya, kita berenam, dan kita sepanggung lagi. Kita berenam diberikan penghargaan maestro oleh Mangkunegoro ke IX, nah itu pertemuan saya ketiga dengan mbok Dariah,” kata dia.
Setelah pertemuan ketiga itu, ia mendapatkan kabar jika mbok Dariah meninggal dunia pada 2018 silam. Mbok Dariah meninggal dunia diusia 90 tahun. Menurutnya, dari tiga pertemuan tersebut ia mendapatkan banyak inspirasi dari mbok Dariah yang sederhana.
“Tiga kali pertemuan itu menurut saya luar biasa dan berkesan dalam, karena saya juga mendapatkan inspirasi dari beliau. Jadi secara tidak langsung ilmu saya pun saya dapatkan dari beliau, jadi ada sesuatu, ada energi yang bisa saya serap dari almarhum mbok Dariah. Walaupun mbok Dariah bukan dari akademisi, tapi saya tetap hormat sama beliau, itu yang saya tularkan ke generasi muda seniman seperti Otniel, ojo lali sejarah,” katanya.
Didik, seorang penari, pengajar, koreografer itu menambahkan, ia memang kerap mendokumentasikan dan mendatangi maestro tari dimanapun. Bahkan sampai ke Palopo, Banyuwangi, Cirebon, Bali hingga Banyumas dengan biaya sendiri. Tidak terlewatkan juga Maestro di Banyumas, Dariah.
“Dengan mbok Dariah juga begitu, saya merasakan kedekatan karena sama-sama kita laki-laki yang memerankan wanita, tradisi cross gender itu. Saya mencocokkan juga dengan apa yang saya baca dalam Serat Centhini, itu yang kemudian saya angkat di seminar, di Yale University di tahun 2012, kalau ketemu mbok Dariah 2010,” ucapnya.
Direktur Jagat Lengger Festival 2024, Otniel Tasman menyampaikan, rangkaian kegiatan Jagat Lengger Festival 2024 sudah dimulai dari kegiatan Nyantrik. Kemudian dilanjutkan dengan Ziarah Dariah yang digelar pada Selasa-Rabu, 25-26 Juni. Puncak JLF pada tanggal 28-30 di area Kecamatan Banyumas. Kesempatan itu akan menampilkan Didik Nini Thowok dan Otniel Tasman.
“Suatu kebanggaan beliau (Didik Nini Thowok, red) bisa langsung hadir ke sini dari Jogja ke Banyumas untuk menghadiri ziarah ke makam Dariah,” kata Otniel.
Dia menjelaskan, lewat acara ziarah Dariah, para peserta diajak lebih mengenal sosok Dariah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka diajak berinteraksi langsung dengan keluarga mbok Dariah almarhum yang menceritakan bagaimana perjalanan mbok Dariah selama hidup, dalam keseharian di masyarakat dan juga ketika beliau berada di panggung.
“Harapan saya para peserta itu bisa mendapatkan banyak Insight, bagaimana menjadi lengger di Desa Plana yang dilakukan atau dialami oleh Dariah. Sehingga kedepannya mungkin ada praktek-praktek seperti ini, praktek-praktek yang lebih mendalam sebagai penari lengger,” ujarnya.