SERAYUNEWS – Polemik antara driver ojek online (Ojol) dengan ojek pangkalan (Opang) di Kabupaten Banyumas kembali terjadi. Peristiwa ini masih dipicu hal yang sama, yakni mengenai zonasi.
Para perwakilan dari driver Ojek dan Opang membawa persoalan ini ke DPRD Kabupaten Banyumas, Jumat (21/08/2025). Namun audiensi yang dipimpin langsung ketua DPRD Banyumas berjalan alot.
Diskusi yang berlangsung sekitar dua jam itu berlangsung alot. Sampai akhir pertemuan tidak didapatkan titik temu. Sehingga, audiensi tersebut harus ditunda.
Driver Opang, Sugeng, menyampaikan bahwa kawasan stasiun kini didominasi oleh Ojol. Kondisi itu berdampak pada turunnya penghasilan mereka secara drastis.
“Karena di dalam stasiun ada teman-teman ojek pangkalan juga yang mencari nafkah. Kami sudah beberapa kali mengalah. Tapi ketika Ojol masuk ke stasiun, kami cuma dapat ampasnya saja, sedikit sekali,” ujar Sugeng.
Sementara itu, tantangan mereka bukan hanya para driver Ojol. Sebab, tidak sedikit juga para penumpang yang turun di Stasiun Purwokerto, mereka dijemput oleh keluarga.
“Dari 100 persen penumpang, 60–70 persen dijemput keluarga. Sisanya rebutan antara Ojol dan Opang,” katanya.
Maka dari itu, lanjut Sugeng, dia meminta adanya pembagian zona yang adil. Kemudian ketika sudah ditetapkan, maka untuk bisa dijalankan. “Kami mohon tolong, teman-teman online, ayolah kita sejajar. Tapi bukan dalam satu titik. Di pintu barat itu sudah ada titik online. Penumpang juga sudah banyak yang paham di sana,” katanya.
Perwakilan sopir stasiun, Heru Sunaryo, mengungkapkan posisi mereka lebih terbatas dibandingkan Ojol. “Kami hanya menunggu di satu pintu. Sementara Ojol bisa di banyak tempat,” kata Heru.
Sementara itu, Ketua Umum Driver Online Banyumas Raya Kompak (DOBRAK), Anggoro Rino Pambudi, menilai perjanjian zona merah yang selama ini membatasi akses Ojol di pintu timur sudah tidak relevan lagi.
“Zona merah itu artinya kami tidak bisa menjemput customer di dalam stasiun. Sekarang jarak penjemputan bisa sampai 150 meter. Teman-teman minta jangan ada zona merah lagi,” ujar Anggoro.
Ia menjelaskan DOBRAK berusaha mengambil jalan tengah dengan mengusulkan agar titik jemput lebih didekatkan. “Dari semula di sisi selatan dekat TK YWKA, kami usulkan dipindah ke area Mess Serayu. Di timur, dari Toko Derisa dimajukan ke depan Hotel Mulya. Sementara di utara, sebelumnya di rumah Pak Marjoko, kami usulkan lebih dekat ke pintu masuk,” katanya.
Menurut Anggoro, semua pihak perlu mempertimbangkan kenyamanan penumpang. “Supaya customer nggak harus jalan jauh. Itu harapan kami, semoga bisa diterima semua pihak,” katanya.
Lebih jauh, Anggoro juga menyinggung soal regulasi nasional yang menyebut bahwa Ojol diperbolehkan beroperasi di simpul-simpul transportasi. “Dalam PM 118 disebutkan transportasi online boleh beroperasi dari pintu ke pintu, termasuk bandara dan simpul transportasi seperti stasiun. Artinya, pakta integritas lokal itu sebenarnya bertentangan dengan regulasi pusat,” katanya.
Menurut Anggoro, konflik juga makin rumit karena munculnya banyak driver baru yang belum mengetahui kesepakatan lama. “Sekarang ada 40 komunitas dari Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara yang ikut memantau masalah ini,” ujarnya.
Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, yang memfasilitasi pertemuan itu mengajak kedua pihak menurunkan ego masing-masing.
“Ojek pangkalan juga sudah berbesar hati. Tapi pelanggan yang harus jalan terlalu jauh juga kasihan. Ojol jangan terlalu maju ambil titik, hargai sesama profesi,” kata Subagyo.
Ia berharap konflik ini tidak memicu gesekan horizontal. Antara driver Ojol dan Opang jangan merasa paling benar, jangan jadi jagoan sendiri. “Kita perlu empati dan hati yang besar,” ujarnya.