SERAYUNEWS – Pengadaan Alutista memang rawan tindakan korupsi. Capres 01 Anies Baswedan memberi peringatan soal ini.
“Meniadakan praktik middleman dalam penyelenggaraan alutsista seperti peraturan perundang-undangan mengharuskan itu G-to-G,” ungkap Anies di Debat Capres 2024 di Istora Senayan, Jakarta (7/1/2024).
Pernyataan Anies membawa kita ke era Soeharto. Bukan pada alutistanya, tapi pada kasus korupsi yang menyertainya.
Peristiwa yang paling menghebohkan dalam di era Orde Baru adalah pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994.
Saat itu Menristek B.J Habibie ditunjuk sebagai negosiator dan berhasil mencapai kesepakatan dengan nilai pembelian 12,5 juta dolar AS.
Tetapi pada saat pembayaran nilai pembelian justru membengkak 62 kali lipat, menjadi 1,1 miliar dolar AS.
Kabar tersebut menjadi berita besar dan membuat Presiden Soeharto murka. Akibatnya tiga media massa: Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor diberedel.
Pemerintah saat itu beralasan pemberitaan mengenai indikasi korupsi dalam pembelian kapal perang eks Jerman Timur bisa membahayakan stabilitas nasional.
Penutupan ini tercatat sejarah pers Indonesia, menjadi momentum sebagai tonggak awal perlawanan memperjuangkan kebebasan pers.
Direktur Eksekutif Habibie Center Ahmad Watik Sutikna mengatakan ketika pulang ke Indonesia, Habibie langsung protes ke Presiden Soeharto. “Pak Habibie bilang ke Pak Harto, kalau pun salah, harus dibawa ke pengadilan, jangan langsung diberedel,” ujar Ahmad.
Protes Habibie tidak ditanggapi Soeharto. Lalu, lahirlah majalah pengganti Tempo bentukan pengusaha yang dekat dengan rezim Orde Baru, majalah Gatra.*** (O Gozali)