SERAYUNEWS – Gelombang keresahan publik kembali mencuat setelah terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Cilacap Nomor 7 Tahun 2025 tentang tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Cilacap.
Regulasi yang diteken Penjabat Bupati pada 18 Februari 2025 itu menetapkan angka tunjangan fantastis yang dinilai jauh melampaui kondisi ekonomi masyarakat.
Dalam aturan tersebut, besaran tunjangan diuraikan dengan detail:
Dana tersebut dibebankan pada APBD Cilacap serta sumber lain yang sah.
Tunjangan ini resmi berlaku sejak Januari 2025. Namun publik menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kondisi masyarakat Cilacap. Pasalnya, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Cilacap 2025 hanya Rp2,6 juta.
Artinya, seorang buruh harus bekerja tujuh bulan penuh hanya untuk menyamai tunjangan perumahan anggota dewan selama satu bulan.
Kesenjangan inilah yang kemudian memicu kekecewaan dan gelombang protes di berbagai daerah, termasuk Cilacap. Aksi unjuk rasa bahkan diwarnai kericuhan, perusakan fasilitas umum, hingga penjarahan dan pembakaran kantor pemerintahan.
Bupati Cilacap Syamsul Auliya Rachman akhirnya buka suara. Ia menyebut Pemkab masih menunggu arahan dari pemerintah pusat sebelum mengambil langkah evaluasi.
“Kita menunggu arahan Mendagri, Pak Gubernur. Kalau memang nanti ada formasi perbaikan Perbup, ini penetapan Perbup-nya kan lalu (oleh pejabat sebelumnya), kita manut saja. Kalau dari pemerintah pusat memang harus mengevaluasi, kita akan dorong revisi,” ujar Syamsul, Senin (8/9/2025).
Meski begitu, pernyataan tersebut belum mampu meredakan kegelisahan masyarakat. Publik menilai, selain tunjangan perumahan, gaji dan fasilitas lain yang diterima anggota DPRD sudah terlampau tinggi. Sementara rakyat kecil masih berjuang menghadapi harga kebutuhan pokok yang terus naik.