SERAYUNEWS – Dalam era digital, perkembangan teknologi semakin memudahkan berbagai aktivitas, termasuk dalam transaksi jual beli online.
Berbagai platform e-commerce menawarkan kemudahan bagi penjual dan pembeli untuk bertransaksi dengan cepat dan praktis.
Persaingan di dunia e-commerce pun semakin ketat, mendorong para penjual untuk mencari berbagai cara agar bisnis mereka berkembang. Sayangnya, tidak semua strategi bersifat jujur dan etis.
Beberapa penjual menggunakan cara-cara curang untuk meningkatkan penjualan dan menarik perhatian pembeli.
Salah satu praktik yang sering terjadi adalah fake order, yaitu pesanan palsu untuk menaikkan reputasi toko secara instan.
Fake order adalah pesanan fiktif tanpa keterlibatan pembeli asli. Dalam dunia e-commerce, praktik ini telah dikenal luas. Meskipun tidak etis, masih banyak penjual menggunakannya untuk meningkatkan daya tarik toko.
Biasanya, penjual sendiri melakukan fake order atau melalui fake buyer, yaitu pembeli palsu yang melakukan transaksi fiktif demi menaikkan jumlah pesanan serta ulasan produk.
Beberapa penjual sengaja membeli produk sendiri untuk meningkatkan jumlah pesanan dan mendapatkan ulasan positif. Semakin tinggi angka penjualan dan jumlah ulasan, semakin baik reputasi toko tersebut.
Akibatnya, calon pembeli lebih yakin untuk bertransaksi di toko tersebut, meskipun data yang muncul tidak mencerminkan jumlah transaksi sebenarnya.
Di Shopee, penjual terdiri dari tiga tingkatan, yaitu reguler, star seller, dan official shop.
Official shop dikelola oleh distributor atau agen resmi suatu merek dan memiliki akses penuh ke berbagai fitur Shopee.
Sementara itu, banyak penjual berusaha mencapai status star seller karena keuntungan yang lebih besar daripada penjual reguler.
Namun, untuk mencapai status ini tidaklah mudah, salah satu syaratnya adalah memiliki minimal 100 pesanan per bulan.
Karena keuntungan cukup besar, banyak penjual memilih jalan pintas dengan melakukan fake order menggunakan jasa pihak ketiga agar jumlah pesanan meningkat lebih cepat.
Melakukan fake order mungkin terlihat menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi pada kenyataannya, praktik ini memiliki banyak risiko yang bisa berdampak buruk bagi penjual.
Berikut beberapa risiko dan kerugian yang bisa terjadi akibat fake order.
1. Melanggar Aturan Marketplace
Setiap platform e-commerce memiliki kebijakan yang harus dipatuhi oleh semua penjual.
Menggunakan jasa fake order jelas melanggar aturan, sehingga produk yang terjual berisiko diblokir atau bahkan dihapus.
Selain itu, jika terbukti melakukan praktik ini, paltform bisa membekukan akun toko dan seller akan mendapatkan poin penalti.
Hal ini tentu akan menyulitkan mereka untuk mencapai status star seller.
2. Dapat Menimbulkan Masalah Pajak
Penggunaan pesanan palsu atau fake order dapat menimbulkan masalah pajak karena laporan omzet menjadi tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya.
Hal ini berpotensi merugikan penjual ketika ada pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak, mengingat marketplace menerapkan sistem pajak berdasarkan omzet penjualan.
Semakin tinggi omset yang tercatat, semakin besar pula pajak yang harus penjual bayar.
3.Merugikan Penjual di Masa Depan
Praktik fake order tidak hanya berisiko di satu platform saja, tetapi juga di marketplace lain, seperti Lazada dan Tokopedia.
Meskipun tampak menguntungkan, risiko jangka panjang tetap ada. Jika terdeteksi, penjual bisa kehilangan kepercayaan pelanggan dan kesulitan mengembangkan bisnis secara berkelanjutan.
Nah, itulah beberapa risiko dari fenomena fake order. Semoga bermanfaat. ***