SERAYUNEWS- Pengambilan air di tuk atau mata air Sikopyah, mengawali acara hari kedua Festival Gunung Slamet Purbalingga, Sabtu (29/7/2023).
Puluhan orang warga, berjalan sekitar 2 kilometer melewati bukit di lereng Gunung Slamet. Mengenakan baju koko dan peci, membawa lodong atau wadah air berbahan bambu.
Sesepuh masyarakat Desa Serang, memimpin prosesi pengambilan air di tuk. Doa dan salawat berlanggam Jawa, menggema dengan iringan tabuhan rebana. Air kemudian di arak mengelilingi desa, sampai menuju kawasan objek wisata D’Las.
Baca juga: Catat Tanggalnya! Selain Ada Budi Doremi, Ini Sederet Acara pada Festival Gunung Slamet Purbalingga
Kepala Desa Serang, Sugito mengatakan, prosesi pengambilan rutin setiap tahun. Keberadaan mata air ini, sangat bermanfaat bagi masyarakat Desa Serang. Selain untuk untuk kebutuhan konsumsi, juga untuk mengairi sawah dan ladang warga.
“Tujuan proesi ini, supaya masyarakat desa selalu menjaga kelestarian lingkungan dan kesuburan tanahnya. Mata air ini, sangat bermanfaat,” katanya, Sabtu (29/07/2023).
Sugito mengatakan, air ini merupakan air kehidupan bagi warga Desa Serang, Kutabawa dan Siwarak. Bahkan air juga di alirkan hingga wilayah Pemalang. Mata air Sikopyah, merupakan satu dari mata air terbesar di lereng timur Gunung Slamet.
“Nama Sikopyah, berasal dari legenda Haji Mustofa yang tinggal di Padepokan Dukuh Kaji milik Ndara Subali. Mata air ini, merupakan tempat mandi Haji Mustofa,” jelasnya.
Nama Sikopyah berasal dari kata kopyah, dalam Bahasa Jawa berarti peci atau songkok. Suatu saat, kopyah Haji Mustofa ketinggalan dan hilang di tempatnya bertapa.
“Maka Haji Mustofa menamakan tempat tersebut, sebagai mata air Sikopyah,” katanya.
Secara turun temurun, masyarakat Desa Serang dan sekitarnya menyakini air Sikopyah sebagai air kehidupan. Ada juga yang meyakini, air Sikopyah dapat meningkatkan derajat dan menyembuhkan penyakit kulit.