SERAYUNEWS-Pemerintah Kabupaten Cilacap resmi mengonfirmasi bahwa pengajuan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) tahun 2025 tidak dapat diproses akibat keterlambatan administratif. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Bupati Cilacap, Syamsul Auliya Rachman, dalam Forum Gadri bersama perwakilan serikat pekerja dan pengusaha, Selasa (3/6/2025).
Menurut Bupati Syamsul, pengajuan UMSK 2025 seharusnya sudah diterima oleh gubernur paling lambat 12 Desember 2024. Namun, Cilacap tidak memenuhi batas waktu tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024.
Usulan UMSK seharusnya disampaikan ke gubernur paling lambat 12 Desember 2024. Karena Cilacap melewati tenggat waktu tersebut, maka UMSK 2025 tidak dapat diusulkan.
“Pemerintah Kabupaten Cilacap berkomitmen mendampingi buruh untuk peningkatan kesejahteraan. Pengusaha juga diharapkan memberikan kepastian upah dan menghargai sektor kerja masing-masing dengan risiko yang mereka hadapi,” ujar Bupati.
Keterlambatan ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan berpotensi menghambat kepastian dan perlindungan upah bagi ribuan buruh di sektor-sektor padat karya di Cilacap, terutama yang bekerja di sektor berisiko tinggi.
Meski demikian, Bupati menyatakan optimismenya terhadap penetapan UMSK pada 2026. Ia menekankan perlunya pendekatan berbasis data dan kajian akademis guna menghasilkan kebijakan pengupahan yang lebih kuat dan tepat sasaran.
“Cilacap memiliki karakteristik wilayah dan tantangan yang berbeda dibanding daerah lain. Maka penting bagi kita untuk fokus pada kondisi dan data faktual di daerah sendiri. Kajian aturan dan akademis akan menjadi dasar dalam menyusun kebijakan yang adil,” ujarnya.
Forum yang dihadiri perwakilan serikat buruh, Apindo, dan akademisi ini turut dimanfaatkan oleh serikat pekerja untuk menyerahkan kajian internal mengenai struktur pekerjaan dan tingkat risiko berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan. Dokumen ini disusun tanpa mencantumkan angka nominal UMSK, mengikuti arahan Bupati serta keterbatasan akses terhadap data internal perusahaan.
“Kami hanya menyampaikan analisis menyeluruh terhadap karakteristik pekerjaan, tingkat risiko kerja berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan khususnya terkait jaminan kecelakaan kerja serta skala industri, termasuk yang berskala besar, multinasional, atau berbasis modal asing,” jelas Dwiantoro Widagdo, perwakilan serikat pekerja.
Sementara itu, Ketua Apindo Kabupaten Cilacap, Bambang Sri Wahono, menyatakan dukungan terhadap penetapan UMSK dengan catatan, bahwa seluruh proses dilakukan secara objektif dan memperhatikan kondisi masing-masing sektor usaha.
“Dibutuhkan tim kajian risiko untuk menilai kapasitas tiap sektor usaha. Kami terbuka terhadap aspirasi buruh, namun juga berharap perusahaan diberi ruang untuk tumbuh, terutama yang masih dalam fase berkembang,” katanya.
Kegagalan pengajuan UMSK tahun ini menjadi sinyal penting bagi Pemkab Cilacap untuk memperbaiki mekanisme koordinasi dan tata kelola pengambilan kebijakan yang berdampak langsung pada kesejahteraan pekerja. Di tengah tekanan hidup yang makin tinggi, publik kini menantikan tindakan konkret dan tepat waktu dari pemangku kebijakan daerah.