SERAYUNEWS- Jagad media sosial geger dengan sebuah video pendek mengejutkan di media sosial. Dua atlet binaraga asal Kabupaten Malang tampak membersihkan ayam tiren alias ayam mati kemarin.
Ayam tiren tersebut kabarnya hendak dikonsumsi mereka. Ini mereka lakukan jelang keikutsertaannya dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur IX Tahun 2025.
Video berdurasi 16 detik tersebut sontak menuai reaksi publik. Banyak yang menyayangkan kondisi memprihatinkan para atlet yang justru sedang mempersiapkan diri menghadapi ajang prestisius tingkat provinsi.
Menurut informasi yang dihimpun, konsumsi ayam tiren dilakukan bukan karena pilihan, melainkan karena keterbatasan anggaran gizi.
Padahal, kebutuhan nutrisi atlet binaraga jauh di atas rata-rata, terutama dalam masa persiapan kompetisi.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan informasi mengenai atlet mengonsumsi ayam tiren:
Ketua Pengurus Cabang Persatuan Binaraga dan Fitnes Indonesia (PBFI) Kabupaten Malang, Indra Khusnul, mengonfirmasi keaslian video tersebut.
Pihaknya membenarkan hal tersebut, demi memenuhi kebutuhan gizi dengan biaya seminimal mungkin. Para atlet memang terpaksa mengonsumsi ayam tiren.
Indra menyadari bahwa secara agama dan medis, konsumsi ayam tiren sangat tidak dianjurkan. Namun, ia menyebut tidak ada pilihan lain karena minimnya dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Malang.
Indra menyebut, kebutuhan gizi atlet binaraga sangat spesifik dan tinggi. Tapi pihaknya hanya menerima anggaran yang mencakup sekitar 10 persen dari kebutuhan total.
Untuk sisanya, pengurus tutupi dengan usaha mandiri. Menurut Indra, pihaknya bahkan menyubsidi kebutuhan para atlet dari pendapatan tempat latihan yang dikelola secara komersial.
Indra menegaskan, kebutuhan gizi atlet tergantung kelas beratnya. Untuk kelas di bawah 60 kilogram saja, setidaknya butuh satu kilogram protein hewani setiap hari.
Itu belum termasuk kebutuhan karbohidrat, serat, multivitamin, dan suplemen. “Untuk suplemen saja bisa habis Rp2–3 juta per atlet per bulan,” jelasnya.
Sementara sebagian besar atlet kami masih pelajar dan mahasiswa dengan uang saku terbatas. Tidak sebanding dengan tuntutan gizi mereka,” imbuhnya.
Menanggapi polemik ini, Pelaksana Harian Sekda Pemkab Malang, Nurman Ramdasyah, mengakui adanya keterlambatan pencairan anggaran untuk KONI. Ia menyebut bahwa hambatan administrasi menyebabkan proses pencairan memakan waktu.
“Anggaran sudah kami cairkan, termasuk untuk cabang binaraga. Namun nominalnya memang kecil, sekitar Rp600 ribu untuk tiga bulan terakhir, berdasarkan realisasi anggaran tahun lalu,” terang Nurman.
Ia menilai kejadian ini dipicu kurangnya komunikasi antara pengurus cabang dan atlet. Meski begitu, Nurman mengaku memahami kekecewaan para atlet atas minimnya perhatian terhadap kebutuhan mereka.
Indra berharap insiden ini menjadi refleksi bagi Pemkab Malang untuk lebih peka terhadap kebutuhan setiap cabang olahraga, terutama binaraga yang sangat mengandalkan suplai nutrisi harian.
“Jangan samakan kebutuhan atlet binaraga dengan cabang olahraga lain. Kami butuh perhatian khusus, bukan hanya anggaran seremonial,” tegasnya.